Kendala Bisnis Kopi, Sulit Menemukan Produk Berkualitas dari Petani

Kendala Bisnis Kopi
Ilustrasi. Penjemuran biji kopi. Foto: iStock

TURISIAN.com – Kendala bisnis kopi paling berat  yakni mendapatkan produk berkualitas dari petani. Karena sebagian besar terbiasa dengan cara-cara lama yang sudah turun temurun sejak puluhan tahun.

Saat tingkat konsumsi ngopi orang Indonesia meningkat, beginilah lika-liku usaha kopi akibat keterbatasan SDM petani yang mumpuni.

Petani setempat terbiasa memanen serentak tanaman kopinya atau lazim dengan sebutan petik pelangi.

Padahal, buah kopi yang dapat panen itu hanya yang berwarna merah. Agar hasil produknya  berkelas premium.

Memang menuntut kesabaran pada kegiatan panen hingga pasca panen ini. Karena proses menjadi lebih lama, seperti pemetikan buah kopi dari dua bulan menjadi empat bulan.

BACA JUGA: Tingkat Konsumsi Ngopi Orang Indonesia Meningkat, Begini Lika-liku Usaha Kopi

Begitu juga dengan proses penyortiran, yang mana biji kopi berwarna merah itu harusnya melalui proses perendaman ke dalam air terlebih dahulu.

Biji yang terapung  tidak layak produksi harus terpisahkan. Akan tetapi yang terjadi sekarang, sebagian besar petani Musi Rawas tak demikian.

Begitu pula untuk proses penjemuran oleh masyarakat setempat langsung saja ke atas jalan beraspal dan terkadang hingga tergilas kendaraan yang melintas.

Proses Penjemuran Biji Kopi

Padahal, proses penjemuran ini harusanya ke  atas ‘para-para’ yakni tempat yang berjarak 70 cm dari tanah, selama sekitar 30 hari.

Setelah ini, petani pun asal saja dalam proses penggorengan (roasting) dengan mengoreng ke  atas kuali berukuran besar. Berbahan bakar kayu tanpa ada pengaturan temperatur.

Sehingga tak jarang menemukan rasa kopi yang pahit lantaran kadung gosong saat penggorengan.

Lantaran itu, Risela terpaksa turun gunung dengan melakukan sendiri proses pasca panen. Setelah mendapatkan bahan baku dari petani berupa biji kopi yang sudah tersortir, ia pun menggorengnya sendiri.

Sebelum proses penggorengan, biji kopi awalnya memasuki proses penggilingan untuk mengupas kulit kopi. Ini pun melalui proses penyortiran hingga tiga kali untuk membedakan ukurannya.

Lalu, biji kopi yang sudah unggul itu baru boleh menjalani proses penggorengan untuk menghasilkan produk premium.

BACA JUGA: Hampir 100 Tahun Berdiri, Ini yang Bikin Kopi Purnama Bandung Tetap Bertahan

Untuk menjaga keunggulannya itu, proses penyimpanannya pun tidak bisa sembarang. Atau harus masuk ke dalam plastik kedap udara yang memiliki teknologi memastikan tidak ada jamur.

Demi menjaga eksistensi produknya, keduanya bekerja sama dengan 10 orang petani setempat yang sudah berkomitmen menyediakan biji kopi berkualitas.

“Awalnya berat mengajarkan mereka. Tapi makin ke sini mereka makin mengerti dan mau. Apalagi harga yang ditawarkan juga lebih mahal,” kata dia.

Harga Kopi Per Kg

Sejauh ini harga biji kopi yang petik pelangi di pasaran hanya dipatok Rp25.000 per kilogram, sementara untuk petik merah Rp34.000 per kilogram.

Walau terjadi disparitas harga yang relatif jauh tapi tak banyak petani yang tertarik untuk menghasilkan biji kopi petik merah sesuai kebutuhan Risela dan Yuniardi.

Rata-rata petani enggan menunggu lama untuk mendapatkan uang, dan yang paling banyak terjadi yakni sebagian besar sudah mengijonkan hasil panennya ke tengkulak sehingga tak memiliki posisi tawar lagi.

BACA JUGA: Cita Rasa Kopi Sasak Khas Lombok Tengah dengan Campuran Unik

“Ini persoalan di lapangan yang kami hadapi. Itulah strateginya, ketika mereka (petani) antar kopi, langsung kami bayar cash (tunai),” kata dia terkait kendala bisnis kopi.

Omset Kedai Kopi Lubuklinggau

Dengan pola seperti itu, setidaknya dua millenial ini bisa mempertahankan bisnisnya selama tiga tahun sejak berdiri tahun 2018.

Bahkan, kini sudah memiliki sebuah kedai kopi di Lubuklinggau dengan omset per bulan mencapai Rp15 juta.

Pembeli produk kopinya dengan merek dagang Kopi Luwak, Kopi Bujang Juaro (premium petik merah) dan Robusta Selangit ini pun berdatangan dari berbagai penjuru negeri. Mulai dari wilayah Sumatera hingga Kalimantan dan Jawa.

Bukan hanya dari kalangan penikmat kopi tapi juga dari kalangan pelaku bisnis kafe dan restoran.

Ini juga tak lepas dari bantuan dari PT Pertamina EP yang memberikan bantuan peralatan (alat roasting, alat packing, alat sedu), dan kesempatan diikutkan pada pelatihan roasting dan barista berserifikat di Jakarta.

Selain itu, keduanya juga dibantu dalam memasarkan produk di pameran-pameran UMKM yang difasiltasi perusahaan migas tersebut.

BACA JUGA : 5 Varian Kopi Asal Sumatera Utara dengan Aroma dan Cita Rasa Khas

Pemberdayaan Petani Kopi

Kepala Humas Field Prabumulih PT Pertamina EP Tuti Dewi Padmayanti mengatakan perusahaannya memberikan bantuan CSR untuk pengembangan kopi di Kabupaten Musi Rawas.

Dukungan tersebut karena mengamati potensi yang dimiliki daerah tersebut.

Perkebunan kopi telah menjadi tumpuan hidup sebagian besar warga Musi Rawas yang mana kabupaten ini masuk dalam Ring 3 PT Pertamina EP Prabumulih, Sumatera Selatan.

“Kami lihat potensi untuk kopi bagus di Musi Rawas tapi nama tenggelam. Jadi kami coba membina supaya ada kemandirian,” kata dia soal kendala bisnis kopi.

Salah satu yang menjadi konsentrasi dari Pertamina yakni meningkatkan kesejahteraan petani kopi dengan mendapatkan harga jual yang layak. Selama ini, petani setempat terbelenggu tengkulak sehingga tak kunjung sejahtera.

Ke depan, Pertamina bermaksud melakukan berbagai kegiatan penguatan petani kopi demi pembenahan di sektor hulu sembari mendekatkan mereka dengan buyers (pembeli).

BACA JUGA: Mencicipi Gembus Singkong, Camilan Khas Cilacap Buat Teman Ngopi

Bantuan Sektor UMKM

Selain itu, pada tahun ini akan diikutkan kontes minuman tingkat nasional sebagai upaya untuk memperkenalkan produk ke pasaran.

Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan Supriono mengatakan pemerintah sangat mengharapkan kepedulian perusahaan-perusahaan migas yang beroperasi di Sumsel terhadap pemberdayaan masyarakat.

“Sejauh ini yang kami amati untuk bantuan ke sektor UMKM sudah sangat baik, tapi ke depan perlu ada inovasi-inovasi baru sehingga bantuan yang diberikan lebih tepat sasaran atau tak sekadar seremoni,” kata dia.

Kepala Perwakilan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi area Sumbagsel Anggono Mahendrawan mengatakan pihaknya mendorong Kontaktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Tujuannya, untuk berperan aktif dalam pemberdayaan masyarakat terutama dalam upaya-upaya peningkatan nilai tambah.

“Bagaimana kegiatan operasional lancar maka sudah seharusnya KKKS memberikan manfaat ke masyarakat sekitar. Untuk itu, kami memastikan komitmen dari perusahaan-perusahaan ini dalam menjalankan program CSR sesuai aturan,” kata dia.

Sumatera Selatan yang kaya akan SDA mulai dari minyak, gas, batu bara, sawit, dan karet harapannya bisa menjadi salah satu daerah sejahtera Indonesia.

Akan tetapi faktanya hingga kini angka kemiskinan daerah terkaya nomor lima Indonesia itu masih dua digit. Atau pada  kisaran 12 persen dari total 8,4 juta jiwa penduduknya.

Masuknya kalangan millenial merambah bisnis kopi ke daerah-daerah tertinggal menjadi angin segar baru untuk provinsi yang terkenal dengan sebutan lumbung energi ini.  (***/selesai)

Sumber: Antaranews

Pos terkait