Masjid Shiratal Mustaqiem Samarinda, Spot Wisata Religi dan Bersejarah

Masjid Shiratal Mustaqiem
Masjid Shiratal Mustaqiem Samarinda, Kaltim. (dok. Kemdikbud)

TURISIAN.com –  Mengisi bulan suci Ramadan, biasanya banyak juga yang melakukan aktivitas ngabuburit atau wisata religi ke objek-objek religi dan bersejarah. Seperti di Kota Samarinda, Kalimantan Timur ada satu objek wisata religi dan bersejarah yang menarik Sobat Turisian kunjungi, yaitu Masjid Shiratal Mustaqiem.

Daya tarik sejarah dari masjid yang berdiri pada tahun 1881 ini pun sudah terakui. Salah satunya dengan menjadi pemenang ke-2 dalam festival masjid-masjid bersejarah di Indonesia pada 2003.

Masjid Shiratal Mustaqiem pun menjadi masjid tertua di Kota Samarinda. Lokasinya terletak di Kelurahan Mesjid, Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

Tempat beribadah umat muslim tersebut sangat menarik Sobat Turisian kunjungi untuk mengenal kisah sejarah pendiriannya dan perjuangan di baliknya. Cocok pula buat kalian jadikan sebagai tujuan wisata selama Ramadan dan libur Lebaran Idulfitri 1444 Hijriah nanti.

Sejarah Masjid Shiratal Mustaqiem

Alkisah, mengutip dari laman kemendikbud.go.id, ada seorang ulama sekaligus pedagang muslim asal Pontianak datang ke Kesultanan Kutai pada 1880. Namanya Said Abdurachman bin Assegaf dengan gelar Pangeran Bendahara.

Kemudian Said memilih kawasan Samarinda Seberang sebagai tempat tinggalnya. Langkahnya pun mendapat restu dari Sultan Kutai kala itu, yakni Aji Muhammad Sulaiman. Setelah sultan melihat ketekunan dan ketaatan Said Abdurachman dalam menjalankan syariat Islam.

Pada masa itu, Samarinda Seberang cukup terkenal sebagai daerah arena judi. Baik sabung ayam pada siang hari maupun judi dadu pada malam hari. Selain itu, peredaran minuman keras juga marak di kawasan Samarinda Seberang tersebut.

Baca juga: Tiga Wisata Susur Sungai di Pulau Kalimantan yang Mesti Dicoba Sensasinya

Situasi serupa itu kontan menimbulkan keresahan warga sekitar, karena bisa merusak citra Samarinda Seberang sebagai kawasan syiar Islam. Namun hampir tak ada warga kampung yang berani mengambil tindakan.

Hingga akhirnya, Pangeran Bendahara mendatangi mereka dan mengingatkan perlunya menjalankan syariat Islam. Beliau dan tokoh masyarakat setempat juga berunding untuk mencari jalan keluar agar Samarinda Seberang bersih dari aktivitas terlarang serupa itu.

Perundingan Pembangunan Masjid

Perundingan itu pun menyepakati lahan seluas 2.028 meter persegi di sana akan berdiri masjid, yaitu Masjid Shiratal Mustaqiem tersebut. Setahun kemudian, pada 1881, Said Abdurachman bersama warga mulai membangun 4 tiang utama (soko guru).

Konon katanya, berdirinya empat tiang tersebut karena bantuan seorang nenek misterius yang hingga kini belum ada yang mengetahui keberadaannya. Kala itu, banyak warga yang tak mampu mengangkat dan menanamkan tiang utama.

Berkali-kali mencoba, tetap saja gagal. Beberapa menit kemudian, datanglah seorang perempuan berusia lanjut. Dengan tenang dia mendekati warga yang sedang sibuk bekerja bergotong royong. Nenek tadi langsung meminta izin kepada warga untuk mengangkat dan memasang tiang. Warga yang mendengar ucapan sang nenek, langsung tertawa. Namun, Said Abdurachman menunjukkan respons sebaliknya.

Said menyambut kedatangan sang nenek dan meminta warga untuk memperkenankan si nenek untuk melakukannya. Sang nenek pun meminta semua warga, termasuk juga Said Abdurachman, kembali ke rumah masing-masing.

Keesokan harinya, setelah menunaikan Salat Subuh, warga berbondong-bondong kembali mendatangi lokasi pembangunan Masjid Shiratal Mustaqiem. Betapa terkejutnya mereka, karena keempat tiang utama masjid telah tertanam kokoh. Bersamaan dengan itu, sang nenek pun menghilang dari desa tersebut.

Penyelesaian Pembangunan Masjid dan Menara

Said Abdurachman dan tokoh masyarakat pun kembali melanjutkan pembangunan masjid dan rampung pada 10 tahun kemudian. Lalu pada 1891 atau tepatnya 27 Rajab 1311 Hijriah, Sultan Kutai Adji Mohammad Sulaiman menjadi imam pertama di Masjid Shiratal Mustaqiem.

Baca juga: Sensasi Berenang Bersama Hiu Paus di Perairan Berau Kaltim

Setelah bangunan rampung, pada 1901 Henry Dasen, seorang saudagar kaya berkebangsaan Belanda, memberikan sejumlah hartanya. Untuk pembangunan menara masjid berbentuk segi delapan, setinggi 21 meter. Menara itu pun dapat Sobat Turisian lihat karena berdiri tepat di belakang kiblat masjid.*

 

 

Sumber: indonesia.go.id

Pos terkait