TURISIAN.com – Tingkat hunian kamar hotel (okupansi) di tiga provinsi yakni DIY Yogyakarta, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan mulai mengalami penurunan cukup dratis.
Anjloknya okupansi hotel tersebut menyusul kebijakan pemerintah yang menaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Merosotnya pendapatan industri perhotelan diperkirakan masih akan berlanjut, mengingat efek domino dari kenaikan BBM baru akan terasa beberapa pekan ke depan.
Demikian benang merah yang bisa ditarik dari hasil wawancara Turisian.com dengan tiga asosiasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, Yogyakarta dan Makassar (Sulawesi Selatan).
BACA JUGA: Hotel Indonesia Tampil Beda Pada Perayaan HUT Ke-60, Ada Jamuan Ini
“Walau pun belum signifikan, tapi sudah terasa dampak dari kenaikan BBM ini. Beberapa hari ke depan pasti lebih terasa lagi, karena BBM itu di transportasi sangat berpengaruh,” kata Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono.
Menurutnya, bus sejauh ini masih memiliki kontribusi besar dalam membawa wisatawan yang datang ke DIY. Mereka tentu akan menyesuaikan kenaikan BBM untuk menaikan tarif sewa.
“Otomatis ini akan membebani masyarakat yang akan ,” ungkapnya.
Saat ini saja, banyak tamu hotel DIY yang sudah melakukan pembatalan (cancel) dan penundaan reservasi.
“Situasi ini langsung berimbas pada okupansi hotel yang saat ini rata-rata maksimal di 45 persen. Sebelum kenaikan BBM angka okupansi rata-rata sudah 60 persen,” lanjut Deddy.
BACA JUGA: Glamping Indekostour Prambanan, Camping Rasa Hotel yang Mewah Berkualitas
“Yang cukup merasakan itu hotel bintang dua ke bawah, parah sekali okupansinya,” sambungnya.
Hotel Bintang Tiga Masih Tertolong Ini
Bagi kalangan hotel bintang tiga ke atas, kata Deddy masih tertolong adanya meeting, Incentive, convention, exhibition (MICE) dari instansi pemerintah maupun swasta.
Sedangkan pesanan hotel ada yang ditunda dan dibatalkan.
Hal senada juga disampaikan Ketua PHRI Jawa Barat Herman Muchtar bahwa okupansi hotel drop di Bandung Raya, Jawa Barat setelah terjadi kenaikan BBM.
Pengusaha hotel pun mengaku mengalami kesulitan di tengah upaya untuk kembali bangkit setelah terpukul oleh Pandemi Covid-19.
BACA JUGA: Hotel Bertaraf Internasional Segera Berdiri Dekat Bandara Soekarno-Hatta
“Saat ini pengaruh kenaikan BBM, sudah kita rasakan. Dalam sepekan ini terjadi penurunan tingkat hunian kamar (okupansi hotel drop) di Bandung Raya,” katanya.
Untuk mensikapi masalah ini, pihaknya pun mengumpulkan para owner atau pemilik hotel Bintang 1, 2 dan non bintang se-Bandung Raya di The Papandayan Hotel, Kota Bandung, pada Kamis 8 September 2022.
Dikatakan Herman, kenaikan BBM memiliki multiplier effect, sementara hotel tidak bisa serta-merta menaikan tarif hotel.
“Tarif hotel kita tidak bisa naik. Tapi pengeluaran kita sudah naik. Ini apa solusinya. Salah satu yang sudah kita upayakan, adalah agar kran untuk hotel dan restoran dibuka untuk bisa mendapatkan pinjaman dari perbankan,” ungkap Herman.
BACA JUGA: 10 Tips Memilih Hotel Saat Liburan, Dari Harga Sampai Remot TV
Bagaimana dengan kondisi industry perhotelan di luar Pulau Jawa?
Usai Event F8 Hotel Baru Merasakan Dampak Kenaikan BBM
Ketua PHRI Sulawesi Selatan Anggiat Sinaga memperkirakan pekan depan tingkat hunian kamar mengalami penurunan 3 – 5 persen.
“Kebetulan sekarang ada event besar F8 sedang berlangsung di Makassar sehingga kenaikan BBM belum terasa. Tapi pasca event ini, saya yakin ada penurunan okupansi ya. Karena secara matematis masyarakat akan mengkalkulasi ulang biaya hidup,” ungkapnya.
Oleh sebab itu industri pariwisata, khususnya sektor perhotelan dan restoran meminta pemerintah harus mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah. Setidaknya untuk mengimbangi kenaikan BBM.
“Bisa dengan memberikan diskon pajak, baik itu pajak hotel dan restoran maupun pajak bumi dan bangunan agar beban kami berkurang,” masih kata Deddy.
Diskon pajak dari pemerintah kabupaten/kota, kata dia, bisa menjadi instrumen untuk membantu perhotelan DIY bertahan setelah sebelumnya juga terpuruk akibat pandemi.
Potongan pajak perhotelan, dapat berhenti saat kondisi perhotelan sudah stabil. ***