Tradisi Mangngaro, Bentuk Penghormatan Warga Mamasa Terhadap Jenazah Luhur

Tradisi Mangngaro
Para wanita warga Mamasa di tengah proses mangngaro dengan berjalan sambil membentangkan kain merah( dispar.sulbarprov.go.id.com)

TURISIAN.com – Tradisi Mangngaro adalah prosesi upacara kematian oleh warga Mamasa yang berada di Kecamatan Nosu, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.

Tradisi Mangngaro ibarat sebagai bentuk penghormatan terhadap para leluhur warga Mamasa yang telah tiada.

Sampai saat ini, masyarakat Mamasa masih melestarikan upacara kematian Mangngaro. Tradisi ini masih terus berlangsung secara turun-temurun.

Dikutip Turisian.com dari mandarnesia.com pada Minggu, 17 Juli 2022, kata Mangngaro berasal dari dua suku kata, yakni ‘mang’ yang berarti melakukan dan ‘aro’ yang artinya keluar.

Atau secara singkat tradisi ini bisa dikatakan sebagai upacara yang dilakukand engan mengeluarkan jenazah dari persemayamannya.

BACA JUGA: Desa Wisata Tondok Bakaru Dapat Penghargaan ADWI 2021, Sandiaga Beri Pesan Ini

Wujud Pemenuhan Nazar

Dalam tradisi Mangngaro, pakaian jenazah tidak akan diganti. Namun ada tambahan balutan sehingga membentuk buntalan menyerupai guling raksasa.

Tradisi ini memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Mamasa. Bagi mereka, ini merupakan wujud pemenuhan nazar bagi orang-orang yang terkasih semasa hidupnya.

Serta sebagai makna kasih dan penghormatan kepada yang telah tiada.

Menurut agama para leluhur Mamasa, meskipun orang sudah meninggal dunia. Sesungguhnya mereka menyakini masih bisa berinteraksi dengan keluarga yang masih hidup.

Maka dari itulah para leluhur Mamasa dan kerabat yang telah wafat memberlakukannya  sebagaimana layaknya orang hidup.

BACA JUGA: Mengenal 5 Tradisi Indonesia yang Unik untuk Jaga Kelestarian Alam

Berlangsung pada Bulan Agustus

Pada bulan Agustus selepas warga memanen padi, prosesi Mangngaro  pun mulai berlangsung. Dengan anggota keluarga serta kerabat mendiang berjalan beriringan menuju makam.

Semua perempuan akan mengenakan pakaian adat berwarna hitam.

Kemudian, setibanya di pemakaman, jenazah leluhur akan dikeluarkan dari liang lahat untuk selanjutnya diarak ke suatu tempat dimana para kerabat perempuan yang lainnya telah menunggu.

Jenazah-jenazah tersebut kemudian membawanya ke Lattang. Yakni tempat melakukan proses ritual lainnya. Salah satunya adalah menambahkan pembungkus jenazah.

Ketika seluruh jenazah telah terkumpul, para keluarga lalu melakukan arak-arakan dengan melintasi pematang sawah menuju Lattang.

BACA JUGA: Pasar Seni Kumbasari, Tempat Belanja Cendera Mata Tradisional Tertua di Bali

Arak-arakan selama menuju tenda persemayaman ini memiliki daya tarik tersendiri.

Para perempuan berpakaian adat berwarna hitam akan berjalan ke barisan paling depan. Sambil membentangkan kain merah,  anggota keluarga menggotong buntalan-buntalan kain jenazah.

Hal lainnya yang menarik adalah, tidak nampak raut kesedihan dari keluarga. Mereka justru terlihat antusias ketika mengangkat jenazah para leluhur.

Laki-laki yang mengangkat jenazah bahkan tidak henti-hentinya untuk berteriak penuh semangat sambil sesekali loncat bersama jenazah yang dibawanya.

BACA JUGA: Siat Sambuk, Tradisi Perang Serabut Kelapa di Tabanan Bali

Lalu, jenazah para leluhur tersebut akan disemayamkan di ratte atau area persawahan selama satu malam untuk proses pembungkusan ulang.

Malam hari, kaum laki-laki melakukan ritual ma’badong sementara kaum perempuan dalam tenda melakukan ritual ma’sailo.

Keesokan harinya, tradisi berlanjut dengan menyembelih hewan ternak. Dan anggota keluarga akan mengadakan persembahan terhadap jenazah sebelum kembali mengaraknya ke lokko atau liang tempat menyimpan jenazah.

Pada umumnya, tradisi Mangngaro ini hanya berlaku untuk golongan bangsawan. Sebab, tradisi ini memakan biaya yang tidak sedikit seperti mengharuskan untuk menyembelih hewan ternak. ***

Momen untuk Saling Mengenal Antar Keluarga

Prosesi  dengan jumlah orang yang tidak sedikit ini, biasanya semua rumpunan keluarga akan berkumpul. Sehingga sekaligus akan menjadi momen untuk bisa saling mengenal antar keluarga.

Terutama anak cucu yang sekarang telah banyak tersebar di perantauan.

Seiring dengan perkembangan zaman dan masuknya agama Kristen dan agama lainnya ke Mamasa, tradisi mangngaro telah mengalami pergeseran.

Terutama beberapa ritual yang menyangkut dengan keyakinan. Seperti memberikan sesajen kepada arwah yang oleh warga setempat menyebutknya dengan ma’dulang yang saat ini tidak lagi berlangsung.

Saat ini warga setempat akan melakukan ibadah bersama sesuai dengan keyakinan masing-masing.

Walaupun telah mengalami pergeseran makna,sesungguhnya tradisi Mangngaro masih sangat penting untuk dilestarikan karena di dalamnya masih terdapat nilai-nilai sosial seperti kebersamaan dan sebagai bentuk melestarikan budaya. ***

Pos terkait