Khombow, Cendera Mata Unik Khas Sentani

Khombow Sentani
Khombow, lukisan kayu khas Sentani, Papua. (source: indonesia.go.id)

TURISIAN.com – Masyarakat kampung Asei Pulau yang berada di sekitar Danau Sentani Papua terkenal ahli dalam melukis di atas kulit kayu. Lukisan seni  kayu yang disebut Khombow ini, merupakan warisan budaya dari nenek moyang mereka.

Dulunya, Khombow khas Sentani berfungsi sebagai pakaian (Malo) yang digunakan oleh perempuan Sentani yang sudah menikah. Selain tampilan unik dan indah, Lukisan Kayu ini memiliki nilai filosofi yang sangat tinggi bagi orang Sentani.

Khombow pada masa lalu dalam fungsinya sebagai pakaian, hanya digunakan tiga kali dalam kehidupan mereka. Yaitu pada saat seorang anak lahir dijadikan sebagai pembungkus bayi, saat seorang perempuan menikah, dan ketika seseorang meninggal dunia digunakan untuk membungkus jenazah.

Berbagai macam motifnya pun mengandung arti dan makna yang bersifat sakral untuk orang Sentani. Terdapat motif yang khusus untuk Ondofolo (pemimpin adat), Khoselo, dan perangkat adat lainnya seperti motif Buaya dan Yoniki.

Jenis motif lukisan khombow dari dulu berjumlah kurang lebih 12 motif. Anatar lain motif matahari, motif ular, motif cicak, kadal, Ikan, kaki burung bangau, belut, kelelawar,tupai terbang, daun-daun, bunga hutan, dan lainnya.

Ada pula lukisan yang berhubungan dengan aspek religi dan mitologi, seperti lukisan Hu dan Yoniki. Kemudian lukisan yang berhubungan dengan aspek sosial ekonomi, seperti Fouw, Kasindale, Isomo dan Kino.

Baca juga: Anggi Giji dan Anggi Gida, Pasangan Danau Memesona di Tanah Papua

Kini, setelah kriya unik tersebut menjadi salah satu cendera mata khas Papua dari Sentani, muncul sejumlah motif baru yang lebih kekinian. Seperti motif orang menari dan memanah, burung cenderawasih, orang sedang  menebar jaring, gambar ikan-ikan, dan alat musik pukul tifa, dan lain-lain.

Proses Pembuatan

Kulit pohon sebagai media lukisan ini pun tidak sembarang. Hanya pohon tertentu yang dalam bahasa orang Asei disebut Pohon Khombow.

Pohonnya harus ditebang dan dipotong-potong, baru dikelupas kulitnya. Mencari pohonya pun cukup tidak mudah, sehingga para perajin harus membudidayakan agar bisa lestari.

Proses selanjutnya, setelah dikelupas kulit kayu pohon itu lalu ditumbuk dan dikeringkan. Jika sudah kering,  barulah dapat dipakai sebagai lembaran untuk melukis.

Tingkat kesulitan melukis di kulit kayu ini cukup tinggi karena permukaan kulit kayu yang kasar menyebabkan proses melukis tidak mudah, sehingga dibuutuhkan keterampilan khusus.

Waktu pembuatan juga cukup lama. Untuk selembar lukisan berukuran kurang dari 50×50 cm persegi saja membutuhkan waktu dari 10 menit hingga 1 jam.

Baca juga : Pulau Waigeo di Raja Ampat Punya Tiga Resort dengan Panorama Terbaik

Untuk pewarna yang digunakan berasal dari bahan alami. Semisal warna hitam bisa diambil dari arang kayu, putih dari kapur sirih dicampur minyak kelapa, dan merah dari serpihan batu yang ditumbuk halus. Jika salah metode perwarnaannya dan keliru bahan, maka motif yang dilukis pada kulit kayu mudah terhapus.*

 

 

Sumber: indonesia.go.id

 

 

 

 

Pos terkait