PHRI Dukung GIPI Gugat Pajak Hiburan Karena Dinilai Memberatkan Industri Pariwisata

Pajak Hiburan
Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi dan Keanggotaan Badan Pimpinan Pusat (BPP) PHRI, Yuno Abeta Lahay saat hadir dalam Rakerda IV PHRI Jawa Barat, Rabu 17 Januari 2024 di Grand Asrilia Hotel, Kota Bandung. Foto: Turisian.com/Duta Ilham

TURISIAN.com – PHRI mendukung upaya hukum yang dilakukan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) terkait ketetapan pajak hiburan yang saat ini mencapai kisaran 40-70 persen.

“Kami tentu sangat mendukung upaya judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh GIPI,” kata Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi dan Keanggotaan Badan Pimpinan Pusat (BPP) PHRI, Yuno Abeta Lahay, Rabu 17 Januari 2024.

Menurut Yuno, pihaknya berkepentingan akan hal ini karena hampir sebagian besar hotel memiliki fasilitas pendukung berupa spa dan sebagian tempat hiburan seperti karaoke.

“Tentu saja, jika besaran pajak hiburan tersebut dipaksakan untuk menjadi ketetapan, akan memberatkan pihak hotel. Selama ini spa dan karaoke memiliki kontribusi besar dalam revenue hotel,” lanjut Yuno.

BACA JUGA: eFishery dan PHRI Jawa Barat Hadirkan Chef Cooking Competition

“Kami juga telah berdiskusi dengan Kemenparekraf, namun kami rasa perlu melibatkan Kemenkeu dan Kemendagri,” sambung Yuno yang ditemui usai acara Rakerda IV Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI)  Jawa Barat di Grand Asrilia Hotel, hari ini.

Sementara itu dalam isi judicial review-nya, PHRI meminta agar pasal yang menetapkan besaran pajak antara 40-75 persen dihapuskan.

Penghapusan tersebut,  mengacu pada pasal sebelumnya yang telah menetapkan tarif sebesar 10 persen.

Oleh sebab itu, Yuno menegaskan bahwa besaran tarif pajak yang tinggi tersebut telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha.

Terutama di sektor hiburan yang menjadi penopang pariwisata.

BACA JUGA: Taman Hiburan Pantai Kenjeran Keren Habis Buat, Serasa di Luar Negeri

Alami Penuruan Pengunjung

“Industri hiburan adalah kolaborasi. Dengan besaran pajak seperti ini, kekhawatiran akan dampaknya sudah terasa,” ungkapnya.

Salah satu contohnya adalah kunjungan yang mengalami penurunan, seperti yang disampaikan oleh Inul Daratista.

“Kami, sebagai stakeholder pariwisata, melihat bahwa hambatan di sektor hiburan akan mengganggu keseluruhan bisnis pariwisata,” tambahnya.

Menurut Yuno, hingga saat ini, baru satu daerah di Jawa Barat yang menetapkan tarif pajak hiburan sebesar 50 persen. Yaitu, Kabupaten Bogor.

BACA JUGA: Premiere Heritage Lounge Hadir di Stasiun Semarang Tawang Bank Jateng

Oleh sebab itu, PHRI tengah mengumpulkan data terkait dampak dan implementasi pajak hiburan di berbagai daerah.

Yuno juga memberikan dorongan kepada pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Barat, untuk lebih memperhatikan isu ini.

Meskipun memahami keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam mengeksekusi undang-undang.

BACA JUGA: Presiden Jokowi Segera Keluarkan Perpres Pengaturan Borobudur, Ini yang Kalian Harus Tau

“Kami paham pemprov punya keterbatasan karena ini amanat undang-undang. Tapi dengan keyakinan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam, kami berharap ada solusi yang menguntungkan semua pihak,” ujarnya.

Sepeti diketahui, pajak hiburan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa tarif pajak untuk jasa hiburan, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa, berkisar antara 40-75 persen.

Pajak ini menjadi salah satu pilar penerimaan pajak di daerah, terutama dari sektor ekonomi konsumtif seperti hotel, hiburan, restoran, dan parkir. ***

Pos terkait