Tari Kabasaran, Tari Perang Lambang Kegagahan Suku Minahasa

Tari Kasabaran
Ekspresi wajah yang berani dari para penari Tari Kabasaran asli dari Sulawesi Utara dengan busana khas berwarna merah.( direktoripariwisata.id/ @direktoripariwisata.id)

TURISIAN.com – Tari Kabasaran adalah lambang kegagahan bagi Suku Minahasa di Provinsi Sulawesi Utara.

Semangat patriotik Suku Minahasa di Sulawesi Utara tergambar dari gerak Tari Kabasaran yang dianggap sebagai tari perang dalam membela diri.

Tari Kabasaran khas Suku Minahasa di Sulawesi Utara ini biasanya akan dimainkan oleh para penari pria.

Dikutip Turisianuu.com- dari kikomunal-indonesia.dgip.go.id pada Sabtu, 16 April 2022, dahulu kala untuk menarikan tarian ini para penari haruslah berasal dari keturunan penari kabasaran juga.

Sejarah Tari Kabasaran

Tari Kabasaran dahulu merupakan tarian perang yang kerap dilakukan oleh para prajurit Minahasa sebelum atau sesudah berpulang dari medan perang.

Selain karena sifatnya yang sakral, tarian ini juga diturunkan dari generasi ke generasi oleh masing-masing penari.

Karena biasanya setiap keluarga penari memiliki senjata khusus yang selalu diwariskan secara turun-temurun. Dimana,  nantinya akan digunakan untuk menarikan Tari Kabasaran.

BACA JUGA: 5 Atraksi Wisata Ikonik Indonesia yang Bikin Takjub Saat Melihatnya

Nama Tari Kabasaran berasal dari kata dasar wasal yang berarti ayam jantan. Yang bagi masyarakat asli Minahasa ayam jantan adalah simbol dari keberanian atau kejantanan.

Sosok gagah dari ayam jantan pun mampu tergambar dengan apik dan dapat dilihat dari ekspresi wajah para penari di saat menari.

Masing-masing dari mereka akan memasang wajah yang garang, jantah, gagah dan berani.

Kata wasal juga dikaitkan dengan kawasalan, yang memiliki arti menari layaknya ayam jantan ketika sedang bertarung.

Bahasa Melayu Manado

Lalu, seiring dengan perkembangan bahasa melayu Manado. Maka kata kawasalan lambat laun berubah menjadi kata kabasaran dengan arti yang serupa. Sehingga sama sekali tidak ada hubungannya dengan kata besar di dalam bahasa Indonesia.

Perubahan Tujuan Tari

Seiring dengan perkembangan jaman dan karena telah tidak adanya lagi perang seperti layaknya di jaman dahulu. Maka hal tersebut membuat tarian ini tidak lagi dijadikan sebagai tari perang.

Tetapi kini dikembangkan menjadi tarian yang ditampilkan dalam ragam upacara adat setempat seperti penyambutan serta acara adat khas Sulawesi lainnya.

Biasanya, Tari Kabasaran lebih cenderung ditampilkan sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur yang telah gugur di medan perang.

Sekaligus sebagai upaya mengenang keberanian mereka dalam mempertahankan tanah air.

BACA JUGA: Pulau Sangiang Banten Suguhkan Beragam Daya Tarik Wisata

Keindahan Tari Kabasaran

Warna merah adalah warna dasar dari pakaian para penari yang akan mereka kenakan dalam mempersembahkan gerak Tari Kabasaran.

Selain kemeja dan celana merah, para penari juga menggunakan kain tenun Minahasa yang dikenal dengan sebutan Kokerah, Pasolongan, Tinonton serta Patola.

Kepala mereka pun dihias sedemikian rupa dengan menggunakan topi berhias paruh burung Uwak, yang secara keseluruhan busana Tari Kabasaran disebut dengan Pakeyan Nuak.

Semakin terlihat gagah, para penari juga dilengkapi dengan ragam perlengkapan layaknya prajurit di medan perang seperti kalung, gelang, topi, serta senjata.

Ketika tarian dimulai, jangan heran jika tarian ini akan mengejutkan para penonton, karena memang itulah tujuannya, ada penonton yang mengucapkan kata “arotetei, okela” yang artinya “bukan main, astaga”, dan itulah letak keindahannya.

Lalu, pada umumnya Tari Kabasaran terdiri dari tiga babak utama yakni, Cakalele, Kumoyak serta Lalaya’an.

BACA JUGA: Menanti Pesona Keindahan Mentari Terbit di Danau Tamblingan Buleleng

Di babak cakalele akan ditarikan saat para penari yang berperan sebagai prajurit akan berangkat untuk pergi berperang atau pulang dari perang.

Babak ini juga menunjukkan kepada para penonton akan keganasan dari perang dengan cara memberikan rasa aman kepada para tamu yang sedang berkunjung.

Lalu, di babak kumoyak para penari akan mengayunkan senjata tajam berupa pedang atau tombak yang mereka genggam.

Kata koyak sendiri bisa diartikan sebagai membujuk roh dari pihak musuh yang telah tumbang.

Terakhir di bagian lalaya’an, penari akan menari secara bebas dengan ekspresi riang gembira dan menggambarkan seolah melepaskan diri dari rasa ngeri ketika berperang.

Ketika berkunjung ke Sulawesi Utara, pastikan kalian menyempatkan diri untuk melihat secara langsung keindahan serta kegagahan Tari Kabasaran, dijamin mata ini akan terpana dibuatnya. ***

Pos terkait