Benteng Ranu Hitu, Situs Peperangan Tradisional dan Perjuangan Masyarakat NTT

Benteng Ranu Hitu
Situs Benteng Ranu Hitu, Belu, NTT. (dok. Disparekraf NTT)

TURISIAN.com – Benteng Ranu Hitu merupakan situs peninggalan Kerajaan Dirun yang terletak di Bukit Makes, Desa Dirun, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dulunya, berfungi sebagai pertahanan perang tradisional antar suku. Lalu di masa perjuangan kemerdekaan, menjadi markas para pahlawan lokal.

Masyarakat setempat menyebutnya dengan Benteng Lapis 7, kadang juga disebut sebagai Benteng Makes karena berada di atas Bukit Makes. Sebuah savana yang dikenal dengan sebutan Fulan Fehan yang berada pada ketinggian 1200 mdpl. Sehingga panorama sekitar benteng pun cukup indah, ada savana, tumbuhan berupa kaktus, rumput, dan pohon yang mudah hidup di lahan kars.

Lokasinya berjarak sekitar 2 km dari Dusun Nuawa’in, Desa Dirun. Sedangkan dari Kota Atambua berjarak kurang lebih 40 km, dengan waktu tempuh perjalanan selama 1,5 jam.

Daerah savana Fulan Fehan tersebut, kini sudah menjadi objek wisata alam. Banyak dikunjungi wisatawan nusantara dan mancanegara, namun hanya ramai pengunjung saat musim liburan tiba.

Bangunan

Bangunan Benteng Markes atau Ranu Hitu terdiri dari 7 lapis pertahanan, dimulai dari awal pintu masuk hingga ke lapisan terakhir. Terdapat pula area bulat dari batu membentuk sebuah tempat pertemuan, sebagai tempat raja-raja waktu dulu berkumpul.

Susunan bangku pada ruang pertemuan dari batu tersebut itu, masih terlihat asli dan alami. Tersusun melingkar dari batu-batu alam pipih atau disebut dengan istilah tata batu melingkar.

Baca juga: Selain Pantai yang Indah, Labuan Bajo Miliki Compang To’e Melo yang Menarik Dikunjungi

Di tengah tempat pertemuan itu, ada dua buah batu besar dan kecil yang konon dulu dipergunakan untuk menaruh kepala musuh mereka. Ada lagi bangku batu tampak spesial dari yang lainnya karena memiliki singasana batu lebih tinggi. Ternyata itu merupakan tempat Raja Suku Uma Metan.

Berikutnya terdapat batu bulat pipih yang terletak sebagai alas duduk yang tidak boleh diduduki siapapun, bahkan hingga sekarang. Masyarakat Timor percaya jika mereka menduduki bangku tersebut, maka nasib buruk akan menimpa.

Tepat di belakang bangku itu, terdapat sebuah batu persegi panjang yang merupakan sebuah makam dari sang raja pertama Kerajaan Dirun, Raja Dasi Manu Loeq. Menurut Makoan, batu yang digunakan untuk membangun benteng didatangkan dari Desa Ikin dan Desa Lewalo.

Sejarah Singkat

Mengutip dari laman kebudayaan.kemdikbud, data sejarah mengenai benteng ini memang tidak banyak ditemukan. Bahkan tidak ada catatan tertulis mengenai Situs Benteng Ranu Hitu. Sumber sejarah benteng yang ada, lebih banyak diperoleh dari cerita tetua adat (makoan), seorang penutur atau turun-temurun.

Pada masa Kerajaan Dirun, benteng ini menjadi yang utama dalam menghadapi perang tradisional di pedalaman. Kala itu di Timor masih sering terjadi perang antar suku. Menurut cerita masyarakat setempat, Benteng Ranu Hitu sudah ada sebelum penguasaan Portugis.

Rahu Hitu pun beberapa kali berpindah tangan, sampai akhirnya dijaga tiga pahlawan lokal dari tiga suku lokal. Diantaranya Suku Loos, Suku Sri Gatal, dan Suku Monesogo. Lalu di masa perjuangan bangsa, Benteng Ranu Hitu menjadi markas para pahlawan atau yang biasa disebut Meo.

Baca juga: Benteng Belgica Berdiri Megah di Tanah Maluku Sejak Abad 16

Di benteng itu pula, mereka biasanya mengatur strategi atau bahkan melakukan tes kekebalan tubuh dengan cara memotong-motong tubuh mereka sendiri. Hal ini untuk membuktikan apakah tubuh mereka bisa kembali menjadi utuh sebelum maju ke medan perang.*

 

 

 

Pos terkait