TURISIAN.com – Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman budayanya. Salah satunya adalah Bau Nyale Sasak.
Sebuah kebudayaan unik yang dimiliki oleh suku Sasak di Lombok. Tradisi Bau Nyale masih dilakukan hingga saat ini.
Biasanya diadakan di Pantai Seger Kuta Lombok. Bau Nyale berlangsung tiap tahun sekitar bulan Februari dan Maret.
Mungkin beberapa dari kita tahu betapa kurang beruntungnya mengunjungi destinasi wisata pada setiap awal tahun.
Ya, karena pada awal tahun ini merupakan puncak dari musim hujan. Namun, jika kamu berwisata ke Lombok pada awal tahun, akan ada hal menarik lainnya yang tetap bisa kamu temui.
Sebuah keindahan yang mungkin bisa membuatmu mengenal Lombok lebih dekat, ya salah satunya tradisi Bau Nyale ini.
BACA JUGA: Yuk Main ke Taman Langit Bukit Bengkaung Lombok yang Lagi Ngehits!
Budaya tahunan khas Lombok
Mengulas lebih dalam tentang Bau Nyale ini, tidak hanya perayaan budaya, namun tradisi ini sudah menjadi sebuah rangkaian acara yang dilakukan secara turun-temurun oleh Suku Sasak yang merupakan penduduk asli Pulau Lombok.
Nama Bau Nyale sendiri diambil dari dua kata dalam Bahasa Sasak. Bau yang artinya menangkap, dan Nyale yang merupakan sebutan untuk cacing laut yang hidup di lubang-lubang batu karang dibawah permukaan laut. Jadi, Bau Nyale adalah sebuah acara menangkap cacing laut.
Tradisi dari sebuah legenda masa lalu
Nah lo, Jangan sembarangan berpikiran menangkap cacing aja ya. Hal ini melainkan sebuah tradisi yang berawal dari sebuah legenda.
Lalu, apa legenda yang mengawali tradisi Bau Nyale ini?
Konon, dahulu kala di sebuah kerajaan di Lombok, ada seorang putri yang sangat cantik bernama Putri Mandalika.
Saking cantiknya, tak heran Putri Mandalika menjadi rebutan banyak pangeran kala itu.
Namun, sang putri menolak untuk menjadi reburan dan memilih untuk menceburkan diri ke laut sehingga akhirnya menjadi Nyale.
BACA JUGA: Liburan Seru di Desa Wisata Bonjeruk Lombok Tengah
Awal ceritanya, sang putri yang menolak untuk jadi rebutan mengundang semua pangeran dan juga rakyatnya.
Mereka mendatan undangan untuk bertemu ke Pantai Kuta Lombok pada tanggal 20 bulan ke 10 menurut penanggalan bulan Sasa, tepatnya sebelum subuh.
Undangan tersebut dapat sambutan seluruh pangeran beserta rakyatnya. Sehingga tepat pada tanggal itu, mereka berduyun-duyun menuju lokasi undangan.
Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya sang putri muncul dengan pengawalan para prajurit. Kemudian dia berhenti dan berdiri pada sebuah batu pinggir pantai.
Setelah mengatakan niatnya untuk menerima seluruh pangeran dan rakyat, akhirnya sang putri pun meloncat ke dalam laut.
Seluruh rakyat mencarinya, namun tidak menemukan Putri Mandalika.
Namun setelah beberapa saat, datanglah sekumpulan cacing berwarna-warni. Menurut masyarakat yang memercayai cancing itu sebagai jelmaan Putri Mandalika.
Hal itulah yang kemudian mendasari tradisi mencari cacing laut, sebuah tradisi yang berawal dari rasa cinta dan hormat.
BACA JUGA: Air Terjun Mangku Sakti, Pesona Keindahan di Kaki Gunung Rinjani Lombok Timur
Penanda pergantian musim
Ada hal lain yang tidak kalah unik dari Bau Nyale ini. Perlu kamu ketahui, percaya atau tidak, Bau Nyale ini juga kabarnya bisa menjadi acuan perubahan musim bagi warga Lombok.
Hadirnya Acara Bau Nyale ini, kerap menjadi acuan berhentinya musim penghujan pada wilayah Lombok.
Menurut masyarakat setempat, biasanya setelah Bau Nyale berlangsung, intensitas hujan ke Pulau Lombok cenderung berkurang.
Tidak hanya itu, cuaca sekitar wilayah tersebut juga turut berubah menjadi lebih cerah.
BACA JUGA: Unik! Kendi Maling, Kerajinan Tangan dari Desa Wisata Banyumulek Lombok
Hadirnya berbagai tradisi dan kebudayaan lainnya
Dengan penyelenggaraan Bau Nyale tiap tahun, tentu ini mendasari hadirnya berbagai tradisi dan kebudayaan lainnya yang turut meramaikan tradisi ini.
Mulai dari kontes pencarian Putri Mandalika, yang merupakan kontes seperti halnya ajang kecantikan. Dalam kontes ini, peserta yang mengikutinya berasal dari para remaja putri yang cantik dan berasal dari seluruh pelosok Lombok.
Selain itu ada pula penampilan dari kesenian Gendang Beleq. Sebuah kesenian berupa gendang besar nan berbunyi nyaring yang konon digunakan sebagai pengiring prajurit untuk berperang.
Selain itu juga ada penampilan dari para jagoan Stick Fighting, seni beladiri khas Suku Sasak. Khusus untuk Stick Fighting, tradisi ini biasanya hadir dalam setiap perayaan Bau Nyale.