TURISIAN.com – Kabupaten Bulukumba di Sulawesi Selatan sudah sejak dulu terkenal sebagai penghasil Kapal Pinisi khas Suku Bugis. Pembuatannya kapal ini pun masih menggunakan cara tradisional yang sudah turun-temurun. Sehingga dalam pelaksanaannya pun tak lepas dari upacara adat, salah satunya Upacara Adat Annyorong Lopi.
Secara harfiah “Annyorong Lopi” terdiri atas dua kata, yaitu Annyorong (mendorong) dan Lopi (Perahu). Jadi artinya mendorong perahu atau biasa pula disebut peluncuran perahu.
Maksud dari tradisi mendorong perahu ini bukanlah aktivitas biasa yang nelayan lakukan setiap akan berangkat atau pulang melaut. Dengan mendorong perahu ke bibir pantai atau sebaliknya mendorong perahu ke laut.
Namun Annyorong Lopi adalah suatu aktivitas ritual masyarakat Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba sebagai suatu bentuk rasa syukur. Atas selesainya kegiatan pembuatan perahu, dan perahu tersebut akan dioperasionalkan di laut.
Rasa Syukur Lewat Upacara Annyorong Lopi
Upacara Adat Annyorong Lopi merupakan suatu perwujudan dan rasa syukur bagi pemilik perahu dan para tukang atas selesainya pembuatan perahu yang mereka harapkan. Perwujudan rasa syukur kepada Tuhan yang memberkahi dan memberikan keselamatan selama proses pembuatan perahu tersebut.
Sebagai mahluk sosial, perwujudan rasa syukur tersebut melibatkan orang banyak untuk turut bergembira. Mereka pun bersama-sama menikmati sajian yang sudah empunya kegiatan persiapkan. Wah menarik sekali kebersamaan ya, Sobat Turisian!
Tak hanya acara syukuran, Upacara Adat Annyorong Lopi juga ada rangkaian acara Songka Bala. Hal ini bertujuan agar perahu baru tersebut dapat terhindar dari marabahaya yang senantiasa mengancam keselamatan ketika berada di tengah laut.
Baca juga: 6 Tempat Wisata Bulukumba, Wajib Masuk Daftar Liburan Nanti!
Demikian pula keluarga yang ditinggalkan di darat, dapat pula terhindar dari bahaya tersebut. Selain itu, bermaksud pula agar selama perahu tersebut beroperasi senantiasa memperoleh keuntungan dan rezeki yang berlimpah.
Pelaksanaan Upacara Adat Annyorong Lopi
Waktu pelaksanaan ritual Upacara Adat Annyorong Lopi ini sesuai dengan adanya perahu baru yang telah selesai pembuatannya. Waktu yang dianggap tepat untuk meluncurkan perahu, biasanya pemilik perahu berkonsultasi dengan Guru Syara’ untuk menentukan hari baik pelaksanaan ritual upacara tersebut.
Hari-hari baik itu biasanya sesuai dengan sistem pengetahuan tradisional masyarakat setempat yang berpadu dengan arah jam agama Islam. Pelaksanaan upacara ini berlangsung selama dua hari, yaitu pada hari pertama di sore hari dan hari kedua pada pagi hari.
Di hari pertama, ada penyembelihan hewan qurban berupa kambing dan dua ekor ayam (jantan dan betina). Penyembelihannya di atas perahu, tepatnya di dekat mesin perahu. Sementara pada hari kedua dengan pokok acara pembacaan kitab Al-Barazanji dan Songka Bala di atas perahu.
Para tamu yang datang dapat menempati ruang yang ada di atas perahu atau tempat yang telah siap di sekeliling badan perahu. Selesai pembacaan kitab Al-Barazanji, lanjut makan bersama para tamu.
Setelah itu, berlanjut lagi dengan pemberian pusat perahu atau Ammossi. Sambung lagi dengan kegiatan mendorong perahu yang dilakukan di bantilang (tempat pembuatan perahu), tepi pantai hingga perahu tersebut meluncur ke laut.
Nilai Filosofi Upacara Adat Annyorong Lopi
Prosesi pelaksanaan Upacara Adat Annyorong Lopi yang berlangsung dengan hikmat, mengandung banyak nilai-nilai filosofi budaya yang bermakna luhur. Nilai-nilai budaya ini, antara lain nilai religius, kerja keras, dan persatuan.
Baca juga: Tiga Tarian Tradisional Sulsel yang Memukau Saat Pementasannya
Nilai religius tercermin pada saat peluncuran perahu, terlebih dahulu melakukan pembacaan Al-Barazanji dan tolak bala. Kemudian pada saat Ammossi dengan “memberi pusat pada pertengahan perahu”.
Untuk nilai kerja keras dan persatuan tercermin pada saat peluncuran. Karena saat memindahkan perahu dari galangan bukan merupakan hal yang mudah atau ringan. Tetapi memerlukan kerja keras dan banyak orang bersatu untuk menghimpun tenaga dan kekuatan.*
Sumber & Foto: Disbudpar Sulsel