TURISIAN.com – Hutan Pelawan Namang adalah kawasan hutan yang berlokasi di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kawasan Hutan Pelawan Namang merupakan area yang sangat dilindungi oleh masyarakat Bangka Belitung.
Sebab, Hutan Pelawan Namang di Bangka Belitung ini merupakan rumah sekaligus benteng pertahanan bagi sejumlah keanekaragaman flora dan fauna.
Disebut juga sebagai hutan endemik. Sebab Hutan Pelawan ditumbuhi oleh pohon pelawan yang merupakan tanaman langka di provinsi ini.
Dikutip TURISIAN.com- dari Antaranews pada Senin, 11 April 2022, hutan ini memiliki luas 300 hektare, 47 hektare adalah hutan wisata, sementara sisa areanya dijadikan sebagai hutan adat.
BACA JUGA: Bangka Botanical Garden, Metamorfosis Lahan Kritis jadi Wisata Eksotis
Keberadaannya pun sudah dilestarikan sejak 2008, yang digagas oleh Zaiwan yang kala itu masih menjabat sebagai Kepala Desa Namang.
Menempati Area Seluas 253 Hektare
Hutan wisata seluas 47 hektare tersebut kini sudah dikelola secara profesional menjadi kawasan hutan wisata flora dan fauna.
Diantaranya sebagai kawasan hutan tempat budi daya lebah penghasil madu manis dan pahit.
Kemudian, sisa area hutan seluas 253 hektare akan direncanakan untuk dijadikan kawasan hutan kebun raya yang mayoritasnya akan ditumbuhi pohon endemik. Yakni pohon pelawan serta jenis tanaman khas lokal lainnya.
Meskipun berada di sekeliling area yang terbilang kritis karena aktivitas dari penambah biji timah liar. Kelestarian hutan tersebut masih sangat terjaga dengan cukup baik.
BACA JUGA: Unik dan Indah, Danau Kaolin Bangka Miliki Dua Warna Air
Sebagai benteng pertahanan dari sejumlah kekayaan alam, mampu menjadikan Hutan Pelawan sebagai destinasi wisata alam andalan Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah.
Ada banyak sekali fasilitas pendukung yang telah dibangun oleh pihak pengelola. Hal ini guna membuat para pengunjung betah untuk berlama-lama mengitari kawasan Hutan Pelawan.
Seperti diantaranya adalah jalan setapak yang khusus dibangun untuk memudahkan pengunjung. Terutama, dalam mengeksplorasi kawasan hutan yang menjadi rumah bagi sejumlah tanaman langka tersebut.
Sungai Bening Berwarna
Selain itu, ada juga jembatan kayu yang membentang cukup panjang. Melintasi sungai bening berwarna merah karena pantulan dari pohon pelawan yang berwarna merah berjajar di bibir sungai.
Fasilitas pendukung lainnya yang tidak kalah menariknya adalah dengan dibangunnya jalur joging yang terbuat dari kayu di beberapa unit rumah panggung kecil.
BACA JUGA: 4 Geoprak Kebanggaan Indonesia Yang Diakui Dunia, Apa Saja?
Sebelumnya dikabarkan bahwa, pemerintah setempat telah mengusulkan kawasan wisata Hutan Pelawan untuk masuk ke dalam Anugerah Desa Wisata Indoensia (ADWI) 2022.
Bermodalkan daya tarik yang dimilikinya. Antara lain seperti keunikan serta keaslian alami dari Hutan Pelawan. Membuat para pengelola yakin bahwa pengajuan usulan tersebut cukup beralasan.
Melihat Proses Alami Panen Madu
Di samping itu, diungkapkan oleh Zainal selaku Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bangka Tengah. Bahwa wisatawan bisa melihat langsung proses alami dari memanen madu di hutan lepas.
“Ada proses panen madu yang akan dipandu oleh para pawang madu, lebah-lebah di sini biasanya hanya akan terbang di atas kepala wisatawan dan tidak hinggap di tubuh untuk menggigit,” ucap Zainal.
Nama madu pahit Hutan Pelawan sudah sangat tersohor, bahkan meskipun pemasarannya hanya dilakukan oleh pelaku UMKM, produksi madu bisa menjangkau hampir seluruh provinsi yang ada di Indonesia.
Rasa original madu pahit berasal dari sarang lebah yang kerap menghisap sari bunga pohon pelawan di musim tertentu.
BACA JUGA: Makan Seperti Raja di Rumah Makan Belitong Timpo Duluk, Mau?
Sarang madu yang bisa menghasilkan 200 – 300 mililiter itu juga memiliki nilai jual yang cukup tinggi, dihargai sekitar Rp 200.000 hingga Rp 300.000.
Kawasan ini juga menjadi rumah bagi sejumlah makhluk hidup lainnya seperti puluhan hewan melata yang saat ini sudah termasuk langka, pohon rempudung dan nyatoh serta tempat berseminya Jamur Pelawan yang hanya bisa muncul secara musiman di dalam kondisi cuaca tertentu.
Jamur tersebut sudah seperti tambang emas bagi warga setempat, karena memiliki harga jual yang cukup mahal yakni mencapai Rp 1,2 juta per kilogram.
Wisatawan pun menyukai jamur tersebut karena memiliki cita rasa unik seperti tetelan atau lemak sapi, dan biasa membelinya untuk dikonsumsi sendiri atau sebagai oleh-oleh khas Bangka Belitung.
***