Destinasi Wisata Relegi, Menelusuri Jejak Islam di Surabaya Saat Ramadan

Destinasi Wisata Religi
Ilustrasi Masjid Raya di Kota Surabaya. (Dok.Pixabay.com)

TURISIAN.com – Surabaya tak hanya dikenal sebagai kota pahlawan. Di bulan Ramadan, kota ini menawarkan pengalaman spiritual yang kaya dengan deretan destinasi wisata religi.

Mulai dari masjid megah, makam wali, hingga perkampungan santri yang masih lestari, semuanya bisa dikunjungi dalam sehari.

Menara Biru di Ufuk Timur

Pagi bisa dimulai dengan mengunjungi Masjid Nasional Al-Akbar, masjid terbesar kedua di Indonesia setelah Istiqlal. Dibangun pada 1995, arsitektur masjid ini mencuri perhatian dengan kubah biru menjulang dan menara setinggi 99 meter.

Dari puncaknya, pengunjung bisa menikmati panorama Kota Surabaya yang membentang luas. Salat dhuha di sini memberi ketenangan sebelum memulai perjalanan spiritual lebih lanjut.

Jejak Islam di Balutan Arsitektur Tionghoa

Dari Al-Akbar, perjalanan berlanjut ke pusat kota, menuju Masjid Muhammad Cheng Hoo. Masjid ini unik. Bangunannya mengadopsi gaya arsitektur Tionghoa, mencerminkan jejak Laksamana Cheng Hoo. Seorang, pelaut Muslim dari Tiongkok yang menyebarkan Islam di Nusantara. Tak hanya tempat ibadah, masjid ini juga menjadi simbol harmoni keberagaman di Surabaya.

Penyebar Islam

Napak Tilas di Makam Sunan Bungkul

Setelah beristirahat sejenak, perjalanan dilanjutkan ke Makam Sunan Bungkul, yang terletak di kawasan Taman Bungkul. Sosok ini diyakini sebagai salah satu penyebar Islam di akhir era Majapahit.

Kompleks makamnya masih mempertahankan gaya Hindu-Jawa, mengingatkan pada peralihan sejarah besar di tanah Jawa.

Keberadaannya yang berdampingan dengan taman kota membuat tempat ini terasa nyaman untuk ziarah maupun refleksi diri.

Ampel: Jantung Wisata Religi Surabaya

Menjelang sore, perjalanan berlanjut ke kawasan Masjid Sunan Ampel, salah satu situs religi paling bersejarah di Surabaya.

Masjid ini dibangun pada 1421 oleh Sunan Ampel, salah satu Wali Songo yang berperan besar dalam penyebaran Islam di Jawa.

Arsitekturnya kental dengan nuansa Timur Tengah—pilar-pilar tinggi menjulang, menghadirkan suasana khas masjid tua yang tetap megah. Tak jauh dari sini, Makam Sunan Ampel menjadi destinasi ziarah utama, terutama menjelang berbuka puasa.

Di sekitar kompleks ini, kios-kios pedagang menawarkan beragam kuliner khas Timur Tengah. Seperti roti maryam dan kurma. Berbuka puasa di sini memberi sensasi tersendiri, seolah berada di negeri seberang.

BACA JUGA: Pemda Jabar Bakal Evaluasi Pengelolaan Wisata Religi Masjid Raya Al Jabbar

Kawasan Bongkaran

Mengaji di Kampung Santri Ndresmo

Malam semakin dekat, namun perjalanan belum usai. Kampung Santri Ndresmo di Sidosermo menanti.

Nama “Ndresmo” berasal dari kata “nderes” (mengaji) dan “mo” (lima), merujuk pada lima santri yang terus-menerus mengaji di sini.

Hingga kini, kawasan ini tetap menjadi pusat aktivitas pesantren di Surabaya, menawarkan atmosfer religius yang kuat.

Refleksi di Klenteng Tua

Sebagai simbol keberagaman, perjalanan bisa diakhiri di Klenteng Hok An Kiong di kawasan Bongkaran atau Klenteng Boen Bio di daerah Kapasan.

Dua tempat ibadah umat Konghucu ini menyajikan arsitektur khas Tionghoa dengan ornamen merah dan emas yang mencolok.

Dibangun pada 1883, Klenteng Boen Bio masih menjadi pusat ajaran Konghucu yang aktif hingga kini.

Kunjungan ke sini menjadi pengingat bahwa Surabaya bukan hanya kota dengan jejak Islam yang kuat, tetapi juga rumah bagi berbagai budaya dan keyakinan yang hidup berdampingan.

Dalam sehari, Surabaya menawarkan lebih dari sekadar destinasi wisata religi. Kota ini menghadirkan perjalanan spiritual yang menyelami sejarah, budaya, dan harmoni dalam keberagaman. ***

Pos terkait