TURISIAN.com – Seiring bertumbuh pesatnya industri pariwisata pasca era pandemi COVID-19 sejak tahun lalu diharapkan menjadi paradigma baru wajah kepariwisataan Indonesia.
Hal ini disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Association of Hospitality Leaders Indonesia (DPP AHLI), I Ketut Swabawa, CHA.
Dihubungi via telepon pada Selasa 2 November 2023 ketika sedang bertugas di Yogyakarta, Swabawa memberi alasan utama mengapa harapan itu disampaikannya.
“Persaingan industri pariwisata dari berbagai negara ini kan semakin luar biasa ya seiring kemajuan teknologi. Dan kita menyadari bahwa Indonesia masih dikalahkan oleh negara lain terkait kemajuan teknologi,” katanya.
BACA JUGA: Warung Mak Beng Bali, Tak Hanya Diserbur Wisnu, Tapi Juga Wisman
“Itu harus jujur kita akui,” sambungnya.
Sehingga layanan keramahtamahan kita dalam industri pariwisata ini. Utamanya, yang diadaptasikan dengan kenormalan baru saat pandemi lalu diharapkan bisa menjadi competitive advantages.
Paling tidak, untuk menguatkan terus keberadaan destinasi kita di seluruh Indonesia.
Dirinya menyebutkan kembali bahwa peningkatan kualitas dan kapasitas SDM pariwisata harus mampu merespon fenomena saat ini dan yang akan datang.
“Standar CHSE yang menjadi trendmark perjuangan di era pandemi lalu bisa menjadi semacam tactical strategy dalam meresponnya,” tandasnya.
BACA JUGA: Bali Safari Park Luncurkan Atraksi Terbaru Rainforest Trail, Ada Tiket Gratis
Aspek Berkelanjutan
Tinggal diubah objeknya sesuai fenomena yang muncul. CHSE itu ada aspek keberlanjutannya, sehingga jika CHSE telah menjadi top of mind para pekerja di pariwisata maka ia akan bisa memberikan hal terbaik di setiap tantangan.
“Adaptasi kita terhadap kemajuan teknologi sudah kita pelajari dan terapkan dulu itu dengan konsep Hi-Tech, Hi-Care dan Hi-Touch,” paparnya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, pelayanan prima jangan tergantikan oleh teknologi namun perlu diadaptasikan sesuai peruntukan dan manfaatnya untuk keberlanjutan.
BACA JUGA: Festival Kesenian Yogyakarta, Tak Sekedar Panggung Seni dan Budaya
Terhadap munculnya gaya turis yang lebih kepada technology minded dan easy traveller pihaknya merespon tidak masalah dan bisa dimanfaatkan menjadi peluang untuk lebih maju.
Menurut Swabawa, dalam bisnis kita harus fokus pada pelanggan, jadi turis yang demikian kita akomodir dengan menyesuaikan produk dan layanan tanpa mendegradasi kualitas. Termasuk, karakter keramahtamahan bangsa Indonesia yang terkenal ini.
Kita masih perlu lebih banyak kunjungan wisatawan asing lagi ke Indonesia. BPS mencatat kunjungan baru 1,1juta per Agustus 2023 lalu.
Jadi peluang dengan memanfaatkan gaya turis yang berorientasi teknologi itu kita bisa optimalkan dengan tampilan produk lebih adaptif.
BACA JUGA: 5 Spot Wisata Pemicu Adrenalin ini Bisa Jadi Pilihan Liburan Akhir Tahun
Saling Kontrol
“Tentu juga, dengan pelayanan lebih baik, kenyamanan wisatawan yang sempurna dan sebagainya,” ungkapnya.
Dirinya mengajak pelaku pariwisata tetap mengedepankan aspek kualitas sebagai andalan dalam memajukan kepariwisataan.
Jangan semata-mata berorientasi kuantitas dan mengenyampingkan kualitas karena danpaknya instan dan tidak berkelanjutan.
BACA JUGA: Pada Event Job Fair Poltekpar Bali, Sandiaga Paparkan Temuan Ini
Semua pihak harus saling kontrol apalagi dengan hadirnya pemain-pemain baru di industri ini.
“Belajar pariwisata mungkin dianggap mudah ya, yang susah itu adalah menjadikan industri ini mahal. Mahal karena wisatawan tidak membeli produk namun membeli pengalaman,” kata Swabawa.
“Kualitas itu seperti demikian menurut pandangan saya. Wisatawan juga cerdas ya jika harga murah bisa dicurigai kualitasnya bagaimana? Maka mari saling kontrol dan waspadai pemain baru di industri ini yang tidak paham pariwisata bisa menodai citra keseluruhan” pungkas Swabawa mengakhiri pembicaraan. ***