TURISIAN.com – Beragam suku bangsa di Indonesia melahirkan banyak seni tradisional. Salah satunya tarian tradisional yang menjadi khas setiap daerah. Seperti tarian tradisional dari Sulawesi Selatan (Sulsel) yang cukup khas dan memukau saat pementasannya.
Ragam tarian tradisional Sulsel ini pun, berasal dari kota/kabupaten di provinsi tersebut. Berikut ini ada tiga tarian tradisional Sulsel yang menarik untuk Sobat Turisian ketahui. Hingga wajib menyaksikannya saat liburan nanti ke Sulsel.
1. Tari Pepe-Pepeka Ri Makka
Tari tradisional Pepe-Pepeka Ri Makka merupakan salah satu jenis kesenian tradisi rakyat di kalangan suku Makassar. Secara historis, tarian ini berkaitan dengan penyebaran Agama Islam sekitar abad ke-17. Terutama di wilayah Kabupaten Gowa yang merupakan gerbang awal masuknya Agama Islam di Tanah Sulsel.
Dalam setiap pertunjukannya, tarian Pepe-Pepeka Ri Makka cukup memukau dan membuat sedikit tegang para penonton. Sebab menampilkan pertunjukan tubuh penari yang disulut api namun tidak terbakar, bahkan baju penarinya pun tak terbakar.
Ketangkasan itulah yang menjadi daya tarik tersendiri pertunjukan tari tersebut. Hebatnya lagi, eksistensi pertunjukan tarian ini masih terus berlangsung di Kota Makassar. Biasanya, tampil pada upacara hajatan, sunatan, perkawinan, serta penyambutan tamu yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Baca juga: Kain Tenun Sengkang Khas Sulsel Berbahan Sutra dan jadi Busana Lebaran
Pemeran dalam Tari Pepe-Pepeka Ri Makka ini, yaitu beberapa laki-laki tua dan muda. Tidak ada gerakan tarian yang baku, mereka hanya berputar-putar sambil melakukan gerakan-gerakan jenaka untuk mengundang tawa penonton.
Namun dalam beberapa tampilan tarian mereka sangat teratur. Dalam perkembangannya, pertunjukan tarian ini juga diperankan penari wanita yang memakai baju adat. Dengan ritual prosesi yang sama yaitu menyulutkan api di tubuh.
2. Tari Pakarena
Pakarena merupakan jenis tarian tradisional yang menjadi tarian daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Bahkan menjadi salah satu ikon kebudayaan Sulsel. Dalam pementasannya, Tari Pakarena menghadirkan 4 penari dengan iringan alat musik berupa gandrang dan puik-puik. Gandrang merupakan sebuah alat musik yang terbuat dari kepala drum, sedangkan puik-puik merupakan alat musik tiup mirip dengan seruling.
Di masa lampau, jenis tari klasik ini dipertunjukkan sebagai salah satu media pemujaan kepada para dewa. Keindahan serta keunikan gerak Tari Pakarena tersebut, akhirnya bergeser fungsi menjadi media hiburan.
Menurut berbagai sumber sejarah, tarian Pakarena sudah dikenal oleh masyarakat Gowa, Sulawesi Selatan pada masa kerajaan Gantarang. Dari gerakannya, tarian ini menyimpan beberapa filosofi yang menceritakan tentang kisah kehidupan.
Baca juga: Benteng Fort Rotterdam Makassar, Bukti Kejayaan Kerajaan Gowa-Tallo
Berupa kisah seorang manusia dengan penghunii langit. Di mana penghuni langit yang entah digambarkan sebagai dewa atau pun bidadari kayangan memberikan pelajaran kepada manusia. Mengenai cara-cara bertahan hidup di muka bumi. Mulai dari cara mencari makanan di hutan hingga bercocok tanam di tanah.
Dari kisah legenda itulah, menumbuhkan kepercayaan pada masyarakat Gowa bahwa gerakan-gerakan penari Pakarena merupakan gerakan penuh makna. Sebagai ungkapan terima kasih kepada para penghuni langit.
Seiring zaman, tarian khas dari Sulsel ini banyak peminatnya, khususnya masyarakat sekitar. Hingga akhirnya membuat Tari Kipas Pakarena menjadi salah satu media hiburan yang menarik hati penonton. Gimana Sobat Turisian, tertarik kan?
3. Tari Pagellu Toraja
Satu lagi yakni Tari Pa’gellu, sebuah tarian tradisional bersifat riang gembira yang biasa dipentaskan pada upacara adat di Toraja, Sulawesi Selatan. Pa’gellu atau Ma’gellu dalam bahasa setempat berarti menari-nari dengan riang gembira sambil tangan dan badan bergoyang gemulai, meliuk-liuk lenggak-lenggok.
Tarian khas Sulsel ini pun terkenal dengan sebutan Pa’gellu Pangala. Penciptanya Nek Datu Bua’, yakni pada saat kembali dari medan peperangan. Kemudian perayaannya dengan menari penuh sukacita. Kala itu belum ada alat musik gendang, sehingga mereka menggunakan lesung sebagai pengiring tarian.
Baca juga: Wisata Sejarah dan Budaya di Istana Balla Lompoa, Peninggalan Kerajaan Gowa
Dalam Pa’gellu tidak ada batasan jumlah penari, baik perempuan maupun laki-laki dapat mengikuti tarian ini. Sampai sekarang tidak ada yang tahu pasti tahun terciptanya tarian tersebut.*
Sumber & Foto: Disbudpar Sulsel