TURISIAN.com – Harapan besar terhadap sosok Haryadi Sukamdani dinanti banyak pelaku industri pariwisata tanah air.
Maklum, bos Sahid Hotel ini dinilai figur yang paling tepat untuk menduduki Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI).
Kiprahnya, dalam memperjuangkan kebangkitan pariwisata di Indonesia tak lagi diragukan. Saat pandemi Covid-19 menghantam sektor pariwisata, dialah yang paling getol memperjuangkan nasib pelaku pariwisata Indonesia.
Dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-22 GIPI yang saat ini, Kamis 39 Juni 2022, sedang berlangsung di Hotel Grand Mercure Harmoni, Jakarta Haryadi digadang-gadang sebagai calon tunggal Ketum GIPI.
BACA JUGA: Pergeseran di Sektor Pariwisata akan Berdampak Seperti ini, Kata Sandiaga Uno
Dalam mengelolah organisasi, pria berpembawaan cool ini terbilang paling progresif. Terutama, terkait dengan isu-isu pariwisata.
Saat ini, selain menjabat Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga dipercaya sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Dalam satu kesempatan baru-baru ini, Haryadi mengemukakan sektor pariwisata saat ini membutuhkan sentuhan serius dalam upaya recovery.
Pariwisata dan Perhotelan Paling Terkena Dampak Covid-19
Hal ini menjadi penting agar keberlangsungan pariwisata di Indonesia tetap bisa survive dan bangkit lebih cepat.
Menurut Haryadi Sukamdani, pariwisata dan perhotelan merupakan sektor yang paling terpukul akibat adanya pandemi Covid-19.
BACA JUGA: Disparekraf DKI Tawarkan Segudang Pilihan di Libur Lebaran di Jakarta
Ia mengemukaan, pandemi ini telah menyebabkan lebih dari 2.000 hotel dan 8.000 restoran tutup.
Adapun penutupan tersebut, potensi hilang pendapatan selama Januari hingga April 2020 sebesar Rp 70 triliun, di mana untuk sektor hotel sekitar Rp30 triliun dan restoran Rp40 triliun.
“Akibat pandemi Covid-19, potensi devisa yang hilang dari sektor perhotelan dan pariwisata selama Januari hingga April 2020 sebesar USD4 miliar,” ungkapnya saat didaulat sebagai pembicara dalam acara diskusi yang digelar Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) di Jakarta, awal Juni lalu..
Dia merinci untuk kerugian maskapai penerbangan mencapai USD812 juta, dan kerugian operator tur atau perjalanan Rp4 triliun. Sedangkan untuk pekerja sektor pariwisata, sebanyak 90% telah dirumahkan atau unpaid leave.
BACA JUGA: Kementerian Pariwisata Bangun Kolaborasi Kuatkan DPSP Borobudur
“Karena ada jumlah pekerja sektor pariwisata mencapai sekitar 13 juta orang,” ungkapnya.
Hariyadi juga menilai, stimulus ekonomi yang saat ini telah disiapkan pemerintah tidak cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan, di mana mayoritasnya untuk insentif pajak dan BUMN. Sedangkan untuk sektoral, misalnya pariwisata hanya Rp3,8 triliun.
“Sektor pariwisata ini sebetulnya yang paling terdampak, tetapi insentifnya Rp3,8 triliun dan ini larinya ke diskon tiket pesawat ke destinasi wisata dan insentif pajak atau restoran yang lebih ke Pemerintah Daerah,” pungkasnya.
Membangun Kolaborasi dan Sinergitas
Munas GIPI tahun ini mengangkat tema ‘Kolaborasi dan Sinergitas Pariwisata Bangkit Ekonomi Tumbuh’, bakal memilih kepengurusan baru.
Munas ini dihadiri 36 asosiasi anggota, 19 DPP GIPI dan 3 asosiasi peninjau.
BACA JUGA: Event Lari CTC Berdampak Besar Terhadap Pariwisata Yogyakarta, Ini Kata PHRI
Dalam keterangan pers, kemarin, Ketua Umum GIPI, Didien Junaedy menyatakan bahwa Munas GIPI yang digelar 5 tahun sekali ini akan menghasilkan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia. Terutama, terkait kebijakan kepariwisataan Indonesia ke depan.
“Ini ajang kumpul seluruh asosiasi pariwisata Indonesia. Kami berdiskusi, tukar pendapat. Menyampaikan aspirasi yang nanti kita hasilkan rekomendasi untuk pemerintah Indonesia dalam melakukan kebijakan pariwisata kedepan,” jelas Didien.
Menurutnya, forum Munas ini merupakan salah satu bentuk sumbangsih pikiran GIPI kepada pemerintah.
“Menariknya kan, GIPI merupakan payung asosiasi yang heterogen sehingga diperlukan kiat-kiat khusus dalam menangani GIPI dan itu tidaklah mudah,” terang Didien. ***