Senyapnya Wahana Ater Sport Flying Fish di Bali Setelah Tragedi Memilukan Itu

Flying Fish
Suasana di wahana water sport di Pantai Tanjung Benoa, Bali. (Instagram/@tanjungbenoa.watersport)

TURISIAN.com – Pantai Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung, Bali, tak seramai sebelumnya. Suasana sunyi menyelimuti pasca  tragedi memilukan di wahana water sport flying fish, baru-baru ini.

PT Bali Coral Dive and Marine Sport, pengelola wahana ini, terpaksa harus menutup sementara objek wisata yang telah menjadi daya tarik bagi para pelancong.

Kini, garis polisi melintang, menggambarkan tragedi maut yang menimpa turis asal Jepang, Kikuchi Satoshi.

“Enggak (beroperasi). Sudah kami police line,” ujar AKBP James I.S Rajagukguk, Kasubdit Gakkum Ditpolair Polda Bali.

BACA JUGA: Healing ke Pantai Pandawa Bali, Ini Hotel Seharga 500-an yang Bisa Buat Staycation

Kisah naas ini diawali pada Jumat, 18 Agustus 2023, ketika matahari nampak bersembunyi di balik awan kelabu. Angin bertiup kencang, seolah ingin menyampaikan sesuatu.

Namun, tak ada yang tahu betapa tragisnya cerita yang akan terukir dalam sejarah Pantai Tanjung Benoa.

Wayan Simpen, salah satu pemandu di PT Bali Coral Dive and Marine Sport, terlihat lelah di tepi pantai. Ia menceritakan detik-detik mengerikan saat Satoshi terbang di udara dengan perahu karet yang ditarik oleh speedboat.

“Kemarin itu mendung dan anginnya (mendadak) kencang,” ujarnya.

Suara gemuruh ombak tampak seperti mencoba menyampaikan penghormatan terakhir pada Satoshi.

BACA JUGA: Masata Inisiasi Pembukaan Kembali Rute Penerbangan Palembang-Singapura

Begitu perahu karet yang membawa Satoshi dan rekannya, Haruki, meluncur di permukaan laut yang bergelombang, angin tiba-tiba memekikkan suaranya.

Segala upaya pemandu dan instruktur untuk mengendalikan perahu karet seakan menjadi sia-sia. Flying fish yang biasanya menjadi simbol kegembiraan, kali ini berubah menjadi boneka kertas yang terombang-ambing.

Tiga meter di atas tanah, Satoshi dan Haruki terlempar. Tawa yang semula menghiasi wajah mereka, kini digantikan oleh ekspresi ketakutan.

Bergulir dalam sekejap mata

Sungguh, takdir bisa bergulir dalam sekejap mata. Keadaan semakin buruk ketika angin kian menggila, seakan mempertontonkan kekuatannya yang ganas.

BACA JUGA: Pertunjukan Bali Agung, Tampilkan Keajaiban Bali Malui Musik dan Tari

Namun, para instruktur berusaha keras. Mereka berjuang menahan godaan angin yang ingin merebut nyawa. Namun, takdir berkata lain. Dua sosok yang berani melayang di angkasa, harus terjatuh dengan penuh duka.

Hening. Pantai Tanjung Benoa seolah tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Satoshi ditemukan tergeletak, tak berdaya. Jantungnya yang dulu berdetak semangat kini terhenti. Tak lagi mampu menyanyikan lagu kehidupan.

Hari itu, Bali kehilangan seonggok jiwa. Turis Jepang yang datang dengan hati penuh harap, kini menjadi kenangan yang takkan pernah pudar.

BACA JUGA: Tempat Nonton Tari Kecak di Bali, Dimana Saja Ya?

Jenazah Satoshi akan kembali ke tanah airnya, tetapi waktu kepulangannya masih samar di antara rasa sedih yang menghampiri.

Polda Bali dan Konsulat Jepang tengah berkoordinasi. Satu tragedi telah membawa dua bangsa bersatu dalam duka.

Semoga, dari tragedi ini, pelajaran berharga bisa diambil. Bahwa alam, begitu kuat dan tak terduga, harus dihormati dengan segala kewaspadaan.

Sekali lagi, angin bertiup di Pantai Tanjung Benoa. Namun, kini ia membawa cerita berbeda. Tentang seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang terbang dengan angin, hanya untuk akhirnya mendarat dalam pelukan abadi. ***

Pos terkait