TURISIAN.com – Kabupaten Wakatobi di Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan daerah dengan presentase lautan mencapai 97 persen, memiliki keunggulan pada sektor kelautan dan perikanan. Kondisi ini pun berdampak pada budaya masyarakatnya, salah satunya tradisi Tunga.
Warisan budaya ini merupakan tradisi masyarakat Wakatobi di saat air laut sedang surut. Di mana masyarakat akan berbondong-bondong menuju ke pesisir laut. Untuk mencari kerang, siput laut, dan apapun yang bisa mereka konsumsi menggunakan alat seadanya. Hanya berbekal parang serta ember untuk menampung hasil yang mereka temukan.
Pemandangan tersebut dapat Sobat Turisian saksikan ketika air surut di pagi maupun sore hari. Tak jarang anak-anak hingga remaja turut melakukan aktivitas yang satu ini. Tradisi Tunga sudah turun temurun, siapa saja dapat melakukannya. Terutama bagi yang ingin mencari makanan laut kesukaan mereka atau bahkan menjualnya.
Aktivitas yang sama seperti ini pun tidak hanya berlangsung pada pagi atau sore hari. Namun di malam hari juga ada aktivitas yang sama. Masyarakat Wangi-wangi menyebutnya dengan Hesurabi (menyulu). Apa yang mereka cari pada malam hari sama halnya dengan yang masyarakat lakukan pada siang hari.
Perbedaan tradisi Tunga dan Hesurabi, hanya pada hasil tangkapannya saja. Pada malam hari orang lebih banyak mencari ikan. Sebab pada malam hari, ikan tidak begitu liar sehingga dapat dengan mudah mereka tangkap atau menombaknya.
Baca juga: Benteng Keraton Liya, Wisata Sejarah Wakatobi yang Menarik Kalian Kunjungi
Biasanya hasil yang mereka dapat, menjadi pengganti lauk. Seperti siput laut dan kerang-kerangan, mereka rebus kemudian memakannya dengan Kasoami (makanan pengganti nasi dari singkong). Serta bersama tombu-tombua atau makanan kuah pengganti sambal.
Di samping itu, hasil dari tradisi Tunga juga turut memperkaya wisata kuliner Wakatobi. Dalam agenda-agenda besar pemerintah daerah, makanan hasil dari Tunga dan Hesurabi kerap menjadi suguhan buat para tamu undangan. Termasuk di event pameran serta festival, juga ada sajian makanan tersebut untuk memperkaya khazanah wisatawan tentang kuliner khas Wakatobi.
Tradisi Wakatobi Lainnya
Kemudian, selain dua tradisi tersebut, ada pula aktivitas Pakentea atau jala yang terbentang hingga air surut tiba. Saat musim ikan baronang terdapat tradisi Laloa, yakni tradisi menangkap ikan saat bermigrasi di pesisir desa adat (Kadie) Liya. Serta masih banyak lagi aktivitas kelautan di daerah tersebut.
Tradisi Tunga dari masyarakat Wakatobi tersebut berpotensi menjadi daya tarik pariwisata, terutama untuk Sobat Turisian yang mencintai wisata alam dan kuliner. Selain menjadi tempat mencari ikan dan kerang, tradisi inipun bisa menjadi kesempatan masyarakat. Serta para turis mempelajari berbagai biota laut yang ada di sepanjang pesisir Wakatobi.
Sayangnya, saat ini hasil dari tradisi masyarakat Wakatobi tersebut tidak seperti puluhan tahun lalu. Banyak pembangunan di pinggir laut secara perlahan menggeser wilayah tempat aktivitas tersebut.
Baca juga: Sadar Wisata di Wakatobi Terus Ditingkatkan, Sandiaga Berikan Pesan Ini
Plus populasi penduduk yang semakin bertambah menyebabkan pembangunan bahkan telah merambah ke pesisir pantai. Hal berdampak wilayah tangkap para nelayan dan aktivitas tradisi Tunga serta Hesurabi mulai bergeser ke tempat yang lebih jauh.*
Sumber & Foto: Dispar Sultra