TURISIAN.com – Buat Sobat Turisian asal Jakarta atau sekitar wilayah Bekasi, Tangerang, dan Depok pasti pernah mencicipi Kue Rangi khas Betawi. Bahkan mungkin kalau mencicipi jajanan tradisional tersebut saat ini, kalian bisa mengenang masa kecil.
Panganan gurih yang terkenal juga dengan sebutan sagu rangi ini merupakan salah satu kue tradisional Betawi. Kue ini terbuat dari campuran tepung kanji (orang Betawi biasa menyebutnya tepung sagu). Dengan campuran kelapa parut yang dipanggang dengan cetakan khusus di atas tungku kecil dan tertutup agar cepat matang.
Bahan utama untuk membuat kue rangi, di antaranya kelapa tua, tepung kanji atau tapioka, serta sedikit garam dan air. Karena memakai bahan yang alami, adonan bahan kue ini tidak dapat bertahan lama dan mudah basi. Sehingga Sobat Turisian harus menghabiskannya dalam waktu satu hari.
Penyajian kue tradisional ini biasanya dengan olesan gula merah yang kental karena ada campuran sedikit tepung kanji. Untuk menambah selera dan wangi, gula merah tersebut tambah dengan potongan nangka, nanas, atau durian.
Baca juga: Belajar Mengenal Budaya Betawi di Kampung Wisata Setu Babakan Jakarta
Nama kue tradisional khas Betawi tersebut berasal dari singkatan “digarang wangi”. Alasannya terdapat tahapan menggarang yang merujuk kepada proses memasak tanpa minyak dan menggunakan bara api dari kayu.
Proses memasak itulah yang membuat kue rangi terasa gurih. Penggunaan tepung sagu aren agar menghasilkan kue yang kenyal. Memasak tanpa minyak ini karena tambahan kelapa parut di adonan akan menghasilkan minyak sendiri dan santan kental yang akan menyatukan adonannya.
Bentuk & Pedagang Kue Rangi
Sementara dari bentuknya, memakai cetakan mirip dengan yang digunakan untuk kue pancong atau bandros, tetapi ukurannya lebih kecil. Ada pula beberapa pedagang kecil, membuat kue tersebut tanpa menggunakan cetakan kue.
Baca juga: 5 Kuliner Tradisional Betawi yang Melegenda dan Masih Bisa Dinikmati di Jakarta
Umumnya para pedagang kue rangi menjajakannya secara tradisional dengan cara berkeliling sambil mendorong gerobak. Biasanya pedagang akan berkeliling dari satu kampung ke kampung lainnya. Tetapi dengan bergesernya zaman dan sedikit orang yang mengetahui kue ini, keberadaan pedagangnya mulai sulit Sobat Turisian jumpai.*