Sasando, Alat Musik Berdawai dari Pulau Rote yang Hasilkan Nada Merdu

Sasando Pulau Rote
Sasando, Alat Musik Tradisional Pulau Rote, NTT. (iStock)

TURISIAN.com – Sejak abad tujuh, masyarakat Pulau Rote telah terbiasa alunan nada dari sejenis alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara dipetik. Mirip sekali dengan gitar atau harpa. Alat musik tersebut dikenal dengan sasando Pulau Rote.

Sasando sebagai alat musik tradisional dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur ini, memainkannya dengan jari jemari yang memetikkan dawai-dawai berkawat halus. Hingga mampu melepaskan senandung nada-nada merdu. Suaranya serupa gabungan dari suara gitar, harpa, biola, atau bahkan piano. Luar biasa alat musik ini, Sobat Turisian.

Masyarakat Pulau Rote biasa menyebut alat musik petik ini dengan sebutan sasandu. Sasando adalah satu dari sedikit sekali alat musik petik berdawai tradisional asli Indonesia, selain kecapi dari tanah Pasundan serta sape’ milik suku Dayak. Alat tersebut mampu menghasilkan beragam jenis nada yang khas.

Asal-Usul Sasando Pulau Rote

Sasando atau sanu memiliki arti bunyi-bunyian yang bergetar. Ada beberapa versi cerita mengenai asal mula terciptanya alat musik kebanggaan masyarakat Rote ini.

Cerita yang banyak berkembang di masyarakat, yaitu kisah seorang pemuda bernama Sangguana saat terdampar di Pulau Ndana. Penduduk pulau tersebut pun menemukan Sangguana, kemudian membawanya ke hadapan Raja Takalaa sebagai penguasa pulau.

Sangguana rupanya jatuh hati kepada putri raja. Namun raja tidak mau begitu saja merelakan buah hatinya dipersunting orang lain. Untuk bisa menjadi menantunya, Raja Takalaa memberi satu tantangan kepada Sangguana, yaitu menciptakan sebuah alat musik yang berbeda dari yang sudah ada.

Saat memikirkan tantangan calon mertuanya, Sangguana rupanya tertidur dan dalam lelapnya ia bermimpi memainkan alat musik indah dengan suara merdu. Hal yang rupanya mengilhami Sangguana untuk menciptakan sasandu, nama yang ia sematkan untuk alat musik ciptaannya.

Lalu sasandu itu pun, Sangguana pamerkan dan perdengarkan di hadapan raja sekaligus persembahkan bagi sang pujaan hatinya. Putri raja saat menerima sasandu menyebutnya sebagai hitu atau tujuh, berdasarkan jumlah dawainya. Raja pun senang dengan alat musik tadi dan mengizinkan Sangguana mempersunting putrinya.

Baca juga: Mulut Seribu di Pulau Rote NTT Mirip Raja Ampat, Sama-sama Indah Menakjubkan

Selang beberapa waktu kemudian, hitu ini dikenal juga sebagai sasando gong yang tak hanya berdawai tujuh. Namun berkembang 11 dawai dan hanya dimainkan secara terbatas. Nada pentatoniknya bagi masyarakat Rote mampu mengiringi tarian saat pesta atau menghibur keluarga yang sedang dirundung duka.

Bentuk Alat Musik Sasando

Bentuk sasando sangat unik dan berbeda dengan alat musik berdawai lainnya. Bagian utamanya berbentuk tabung bambu sepanjang 7 sampai 80 cm. Pada bagian bawah dan atas bambu terdapat tempat untuk memasang dan mengatur kencangnya dawai.

Pada bagian tengahnya melingkar dari atas ke bawah dan terdapat ganjalan-ganjalan atau senda. Di mana dawai senar yang direntangkan di tabung, bersusun dari atas ke bawah. Senda ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan dawai.

Tabung sasando ini berada dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar berbentuk seperti kipas atau haik dan menjadi tempat resonansi sasando. Sekilas wadah ini mirip seperti penampung air berlekuk-lekuk.

Cara Memainkan Sasando

Untuk memainkan alat musik tradisional NTT ini menggunakan kedua tangan dari arah berlawanan, kiri ke kanan dan kanan ke kiri. Tangan kiri berfungsi memainkan melodi dan bas, sedangkan tangan kanan bertugas memainkan accord.

Susunan notasinya bukan beraturan seperti alat musik pada umumnya, melainkan sebaliknya. Alat musik ini mempunyai notasi tak beraturan, namun tetap menghasilkan lantunan nada merdu karena adanya resonator haik tadi.

Tak sekadar asal petik, perlu harmonisasi perasaan dan teknik untuk menaklukkan sasando agar senandung melodinya mampu memanjakan telinga pendengarnya. Keterampilan jari dalam memetik dawai-dawai sasando sangat penting.

Hampir sama dengan alat musik kecapi dan harpa, petikan jari pada dawai alat musik ini akan sangat mempengaruhi hasil suaranya. Makin cepat tempo nada, maka akan semakin lentur tangan menari memetik dawai-dawainya.

Jenis-Jenis Sasando

Seiring perkembangan zaman, sasando pun ikut mengalami sejumlah perubahan. Ketika selama berabad-abad hanya terkenal sebagai alat petik berdawai 7 atau 11 senar saja, maka sejak awal abad 19 hingga hari ini ada beragam model dan bentuk sasando tercipta sesuai dengan kebutuhan bermusiknya.

Baca juga: Ini Dia 5 Alat Musik Tradisional Indonesia yang Mendunia

Mengutip dari laman rotendaokab.go.id, ada beberapa model alat musik berdawai ini. Antara lain sasando engkel, sasando dobel, dan sasando biola, di samping sasando gong yang telah lebih dulu masyarakat Rote kenali. Sasando engkel mempunyai 28 dawai dan jenis dobel memakai dawai lebih banyak, antara 56 hingga 84 dawai.

Ada lagi jenis biola karena mampu menghasilkan suara seperti biola. Alat musik jenis yang satu ini tercipta pada akhir abad 18 dan banyak berkembang di Kupang, Ibu Kota NTT. Sasando biola menghasilkan nada diatonis dan bentuknya mirip sasando gong. Jumlah dawainya lebih banyak, antara 30-36 senar atau dawai.*

 

 

Sumber: indonesia.go.id

Pos terkait