TURISIAN.com – Juwiring merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Klaten yang terkenal akan kerajinan payung lukis. Seni kriya payung lukis yang ada di Juwiring sudah berlangsung secara turun temurun sebagai warisan para leluhur.
Jika penasaran, Sobat Turisian bisa berkunjung ke tiga desa di Juwiring yang produktif menghasilkan payung lukis. Antara lain Desa Tanjung, Kenaiban, dan Kwarasan. Di sana, Sobat Turisian bisa menyaksikan secara langsung kepiawaian para perajin dalam membuat karya seni payung lukis khas Juwiring
Mengutip dari laman visitjawatengah, ada satu perajin yang masih eksis dan bertahan hingga kini, yaitu Ngadi. Ia merupakan pemilik sanggar kerajinan payung lukis Ngudi Rahayu di Dukuh Gumantar, Tanjung, Juwiring.
Ngudi Rahayu mampu bertahan lebih dari dua dekade berkecimpung dalam kerajinan payung lukis dengan menggerakkan lebih dari 30 warga sekitar. Namun sempat tersendat akibat pandemi COVID-19 hingga berakhir pada pengurangan perajin.
Di sanggar tersebut, Sobat Turisian bisa membeli produk payung lukis atau sekadar melihat proses pembuatan kerajinan yang mulai langka ini. Pembuatan payung ini sendiri melalui beberapa tahapan yang semuanya bisa dipelajari di Ngudi Rahayu.
Pembuatan Payung Lukis Juwiring
Proses pertama pembuatan payung lukis Juwiring ini yakni pembuatan bungkul. Bagian dari kerangka payung yang gunanya untuk menggabungkan sanggan (penyangga) dan kayu batangan menyerupai jeruji kecil (sodo atau ruji).
Bagian ini berguna agar payung terbuka dengan sempurna. Alat membuat bungkul, yaitu, mesin bubut, gergaji, dan uncek (besi lancip untuk melubangi bungkul).
Baca juga: Menikmati Senja di Candi Plaosan Klaten yang Megah, Tak Jauh dari Prambanan
Selanjutnya masuk proses membuat tangkai dan terakhir adalah pemasangan payung. Di mana bungkul, sodo, dan sanggan dirakit menggunakan benang lawe dan benang nilon, sehingga membentuk satu kesatuan.
Setelah semua kerangka terpasang, masuk tahap Mayu, dalam bahasa Jawa Mayoni yang berarti memberikan atap sebagai peneduh. Istilah ini hampir sama dengan pemasangan genteng pada proses pembuatan rumah.
Mayu merupakan tahap menempelkan kain pada kerangka payung. Sebelumnya, kain sudah terpotong bentuk melingkar sesuai dengan diameter payung, ditambah sedikit untuk merapikan kain. Kemudian lanjut ke Mlipit, yaitu sisa pada bagian ujung kain dilipat ke dalam agar kelihatan rapi.
Untuk jenis kain atau bahan tertentu ada proses penjemuran agar rekat dan kering sempurna. Setelah tahap ini selesai, baru proses finishing dengan mempercantik memberikan hiasan yang dilukis menggunakan cat.
Fungsi Payung Lukis
Payung lukis memiliki fungsi utamanya sama dengan payung pada umumnya, sebagai pelindung panas dan hujan. Namun kelebihan payung-payung lukis yang tergolong sebagai payung hias ini, banyak juga digunakan sebagai dekorasi, seperti di restoran, tempat wisata, hotel, dan kantor. Juga menjadi perlengkapan tari, suvenir, dan sebagai aksesori atau pemanis ruangan.
Tetapi keberadaaan payung lukis sudah ada sejak dulu yang berfungsi dalam upacara adat. Fungsi tersebut tergantung dari jumlah susunan payungnya. Payung susun satu biasa berfungsi untuk upacara adat manten, payung temu, dan khitanan.
Lalu payung susun dua berguna sebagai hiasan kanan kiri pada acara tertentu seperti mantenan. Susun 5 untuk ketatanegaraan zaman dahulu yang menyimbolkan Pancasila. Serta payung susun 9 untuk keperluan keraton saat upacara tertentu.
Baca juga: Segarnya Berenang di Umbul Siblarak Klaten, Kolam Air Alami di Tengah Persawahan
Perbedaan payung lukis Juwiring dengan hasil dari daerah lain, terletak pada bentuk rangkanya. Umumnya, di luar produk pesanan, ciri khas payung lukis bisa terlihat dari ujung kerangkanya. Payung Tasikmalaya mempunyai ujung lurus, Bali mempunyai ujung lengkung, dan Juwiring Klaten mempunyai ujung setengah lengkung.*