Wisatawan Kecewa, Ada Aroma Pungli di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Wisatawan Kecewa
Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) bertengger di sarang bersama anaknya yang baru menetas di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Kabupaten Bogor. (Instagram/@btn_gn_halimunsalak)

TURISIAN.com – Wisatawan kecewa. Ada Aroma ketidakberesan tercium dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Kabupaten Bogor.

Sidqon, wisatawan asal Indramayu, mengunggah keluhannya di TikTok setelah mengaku membayar tiket masuk sebesar Rp 85.000 untuk dua orang dan satu sepeda motor,  tanpa menerima karcis selembar pun.

Kunjungan itu berlangsung pada Sabtu, 5 April 2025. Dalam unggahannya, Sidqon menyebutkan bahwa tak sekali ia harus merogoh kocek.

Setiap kali memasuki objek wisata di dalam kawasan taman nasional, ia kembali diminta membayar.

Misalnya, untuk masuk ke Curug Kondang dan Balong Endang, ia dikenai tarif tambahan Rp 10.000 per orang. Total pengeluarannya mencapai Rp 125.000.

“Setiap kali masuk lokasi wisata, harus bayar lagi. Tapi tidak diberi karcis,” ujar Sidqon saat dikonfirmasi Kompas, Senin, 14 April 2025. Ia tak menuduh adanya pungutan liar, namun menyayangkan tidak adanya transparansi dan bukti pembayaran resmi.

Unggahannya segera ramai dibicarakan warganet. Beberapa mencium indikasi pungli yang marak di kawasan wisata alam.

BACA JUGA: Tarif Baru Masuk Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Ini Daftarnya

Padahal, merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tarif masuk TNGHS saat hari libur hanya Rp 30.000 per orang. Ditambah Rp 5.000 untuk kendaraan roda dua.

Petugas di pintu utama TNGHS, kata Sidqon, mengenakan seragam resmi. Tapi, mereka yang menjaga pintu masuk ke air terjun. Dimana, mereka  juga menarik pungutan tapi tidak berseragam.

Sementara itu, Kepala Resort TNGHS, Sukiman, membenarkan adanya pungutan di dalam kawasan taman nasional.

Namun ia menyebut, itu merupakan biaya pemeliharaan objek wisata yang dikelola oleh masyarakat setempat.

“Setahu saya, itu bukan PNBP. Dana masuk ke kelompok masyarakat,” kata Sukiman.

Sayangnya, Sukiman tak menjelaskan lebih lanjut berapa besaran pasti biaya pemeliharaan tersebut, dan bagaimana mekanisme pengelolaannya.

Ini menjadi warning buat pemerintah Bogor agar melakukan upaya penertiban supaya wisatawan kecewa, kembali tidak terulang. ***

Pos terkait