Pasar Gede Solo, Simfoni Rasa dan Budaya di Jantung Surakarta

Pasar Gede Solo
Suasana di Pasar Gede Solo yang menghadirkan berbagai jajanan pasar yang lezat. (Instagram/@jajansargede)

TURISIAN.com – Di tengah denyut Kota Surakarta, berdiri megah sebuah pasar Gede Solo yang tak sekadar menjajakan kebutuhan harian.

Pasar Gede Hardjonagoro, atau akrab disebut Pasar Gede Solo, telah menjelma menjadi salah satu ikon budaya dan kuliner yang tak lekang zaman.

Dibangun pada 1930 atas rancangan arsitek Belanda Thomas Karsten, bangunan ini menjadi saksi bisu perjumpaan gaya arsitektur Eropa dengan sentuhan lokal Jawa.

Letaknya strategis, di Jalan Jenderal Urip Sumoharjo, Sudiroprajan, kawasan Jebres. Menjadikannya magnet bagi pelancong dalam dan luar kota.

Ritual Pagi dan Aroma Tradisi

Pagi adalah waktu paling semarak. Di sela hiruk-pikuk pedagang dan pembeli, aroma nasi liwet mengepul dari pincuk daun pisang.

Nasi gurih, suwiran ayam kampung, telur pindang, dan sayur labu siam berlumur santan menggoda indera penciuman.

Di sudut lain, penjual tahok (kembang tahu lembut dengan kuah jahe hangat) melayani pelanggan setia yang datang mencari kehangatan sarapan.

Tak ketinggalan, es dawet telasih menyapa dengan kesegarannya. Perpaduan cendol, tape ketan, biji selasih, dan santan manis menyempurnakan pengalaman kuliner di dalam pasar.

Harganya pun ramah di kantong: mulai Rp 9.000 hingga Rp 12.000.

BACA JUGA:Pesona Imlek Kota Solo yang Penuh Warna di Acara Grebeg Sudiro 2024

Lebih dari Sekadar Belanja

Layaknya pasar tradisional, Pasar Gede menjajakan aneka kebutuhan dapur, sembako, hingga pernak-pernik harian. Namun pasar ini menawarkan lebih dari itu.

Di musim peralihan menuju hujan, biasanya sekitar September hingga Oktober, bunga tabebuya bermekaran di sekitar pelataran pasar. Warnanya yang cerah menjadi latar sempurna untuk para pemburu swafoto.

Panggung Budaya di Tengah Kota

Pasar Gede tak hanya soal jual-beli. Ia juga menjadi panggung budaya, seperti saat perayaan Grebeg Sudiro menjelang Tahun Baru Imlek. Arak-arakan Reog Ponorogo, hiasan lampion, hingga suguhan seni lintas etnis menegaskan peran pasar sebagai ruang temu budaya.

Oleh-oleh dari Jantung Solo

Sebelum pulang, wisatawan kerap menyempatkan diri berburu oleh-oleh. Mulai dari batik, kerajinan tangan, hingga jajanan tradisional—semuanya tersedia dalam nuansa khas Solo.

Pasar Gede bukan sekadar tempat belanja. Ia adalah ruang hidup, tempat tradisi, kuliner, dan identitas Jawa berpadu dalam kesederhanaan yang memikat. ***

Pos terkait