TURISIAN.com – Libur panjang Paskah 2025 menjadi panggung kejutan bagi layanan Kereta Api atau KA Perintis Makassar – Parepare.
Dalam tiga hari, dari 18 hingga 20 April, jumlah penumpangnya melonjak tajam. Dari biasanya hanya 350 orang per hari, kini mencapai total 3.851 penumpang.
Titik puncaknya terjadi pada 20 April, dengan 1.413 penumpang tercatat dalam sehari.
Lonjakan itu, bagi PT Kereta Api Indonesia (KAI), bukan sekadar angka.
“Ini sinyal kuat bahwa masyarakat Sulawesi Selatan semakin nyaman menggunakan kereta api,” kata Anne Purba, Vice President Public Relations KAI.
Ia menyebut antusiasme ini sebagai bentuk kepercayaan publik yang terus tumbuh.
KA Makassar–Parepare memang bukan sekadar moda transportasi. Sejak awal, kereta ini digagas sebagai simpul baru pergerakan ekonomi, budaya, dan pariwisata.
Rute sepanjang lintas utara Sulawesi Selatan itu menghubungkan kawasan-kawasan wisata unggulan. Mulai, dari lanskap karst Rammang-Rammang yang eksotis.
BACA JUGA: Cimory Dairyland Gowa, Destinasi Baru Wisata Keluarga di Sulawesi Selatan
Pantai Tak Berombak
Kemudian, Taman Purbakala Sumpang Bita yang menyimpan jejak prasejarah, hingga hamparan sunyi Pantai Tak Berombak di Maros.
Kereta ini melintasi jantung kehidupan lokal. Ia membuka jalur akses menuju Danau Hijau Balocci, Tonasa Park, hingga dataran tinggi Lappa Laona di Barru.
Di sepanjang stasiun dan perlintasan, geliat usaha kecil mulai terasa. UMKM, pedagang kuliner, hingga pemilik penginapan, ikut merasakan denyut ekonomi yang dibawa rel baja ini.
“KA Perintis menjadi jembatan yang menyatukan,” ujar Anne.
Tak hanya mengangkut orang, katanya, kereta ini membawa narasi baru yakni tentang konektivitas antarwilayah, pemerataan pembangunan, dan bangkitnya sektor wisata domestik.
Makassar–Parepare adalah proyek bersejarah. Inilah kereta api pertama—dan untuk sementara, satu-satunya—di Pulau Sulawesi.
Ia menjadi simbol dari babak baru perkeretaapian nasional, sekaligus ikon kemajuan di wilayah timur Indonesia.
KAI tak ingin berhenti di sini. Peningkatan fasilitas, ketepatan waktu, kualitas layanan petugas, hingga penyediaan informasi digital—semuanya terus dibenahi.
“Bagi kami, kereta api bukan sekadar perjalanan, tapi pengalaman,” ujar Anne. “Pengalaman yang menghubungkan manusia, kota, budaya, dan alam.”