Grebeg Sudiro 2025, Akulturasi yang Semakin Meriah di Pasar Gede Solo

Grebeg Sudiro 2025
Para peserta event Grebeg Sudiro 2025 mengenakan kostum alkulturasi budaya Tiongkok. (Instagram/@kemenpar.ri)

TURISIAN.com — Ribuan masyarakat tumpah ruah memadati kawasan Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, pada Minggu 26 Januari 2025 dalam perayaan Grebeg Sudiro menyambut Tahun Baru Imlek.

Sementara itu, jalur dari Balai Kota Solo hingga Pasar Gede dihiasi ribuan lampion yang memancarkan semarak perayaan akulturasi budaya Jawa dan Tionghoa.

Kemeriahan semakin terasa dengan kirab budaya yang diikuti 4.000 peserta dari 52 kelompok. Tradisi rebutan kue keranjang menjadi magnet utama.

Sedangkan warga terlihat terus berbondong-bondong mencoba mendapatkan kue manis berbahan dasar ketan ini, yang diyakini membawa berkah.

Begitu pun dengan Siti Fatimah, warga Boyolali, tampak tersenyum sambil memegang kue keranjang yang berhasil ia raih.

“Sengaja datang bersama keluarga, ini pertama kali saya ikut Grebeg Sudiro. Semoga membawa keberkahan,” ujarnya.

Senada dengan Siti, Safira Rizkya, warga Semarang, juga mengaku terpesona dengan suasana perayaan yang begitu meriah.

“Seru sekali. Ini benar-benar menghibur. Saya dapat kue keranjang tanpa usaha keras. Harapannya, semoga semua diberkahi dan dilancarkan rezekinya ke depan,” kata Safira.

BACA JUGA: Slametan Grebeg Gunungan Tingkatkan Kunjungan Wisatawan ke Sagara View of Karangbolong

Tradisi yang Menyatukan

Begitu pun dengan Sumartono Hadinoto, Ketua Panitia Imlek Bersama Solo, menjelaskan bahwa Grebeg Sudiro telah memasuki tahun ke-17 penyelenggaraannya.

Nama “Sudiro” merujuk pada Kampung Sudiroprajan. Sebuah kawasan di sekitar Pasar Gede yang dikenal sebagai Kampung Pecinan.

Disini, tradisi Jawa dan Tionghoa hidup berdampingan, mencerminkan harmoni dan toleransi antaretnis.

“Acara ini adalah wujud akulturasi budaya yang kian hari semakin baik. Dekorasi semakin serius, dan partisipasi masyarakat terus meningkat,” katanya.

“Harapannya, ini menjadi contoh bahwa akulturasi budaya dapat terus berkembang di berbagai tempat,” sambung  Sumartono.

Selain warga Solo, perayaan ini juga menyedot perhatian pengunjung dari berbagai daerah. Bahkan, panitia berharap Grebeg Sudiro mampu menarik minat wisatawan mancanegara.

“Kearifan lokal seperti gunungan kue keranjang, cakwe, bolang-baling, dan gulungan sayur-sayuran adalah keunikan yang hanya ada di Solo,” tambah Sumartono.

Simbol Keberkahan

Begitu pun Grebeg, yang dalam tradisi Jawa bermakna ungkapan syukur, berpadu manis dengan nuansa Imlek yang identik dengan keberuntungan.

Tradisi ini tidak hanya menjadi ajang pelestarian budaya, tetapi juga simbol kebersamaan.

Lampion-lampion yang menghiasi kawasan Solo menambah semarak suasana malam. Warga menikmati atraksi kirab, gunungan kue, serta berbagai suguhan kuliner khas yang tersedia.

“Kolaborasi panitia Imlek dan Grebeg terus kami tingkatkan agar perayaan ini semakin baik ke depan. Kami ingin menjadikannya daya tarik wisata yang mendunia,” tutup Sumartono.

Semarak Grebeg Sudiro 2025 adalah bukti bahwa akulturasi budaya mampu melahirkan harmoni dan kebahagiaan bersama, mengukuhkan Solo sebagai kota yang kaya akan tradisi dan kebersamaan. ***

 

Pos terkait