TURISIAN.com – Banyak wisatawan yang berkunjung ke Candi Borobudur terkadang kesulitan untuk memperoleh pemandu wisata.
Khususnya, yang bisa menguasai tentang keberadaan Candi Borobudur dan cerita-cerita dibaliknya.
Kalau pun ada, terkadang pengetahuan soal Borobudur masih cukup minim. Sehingga sering pengunjung merasa belum ‘puas’ terhadap penjelasan yang diberikan.
Terkait hal itu, sekitar 100 orang pemandu wisata dibekali pengetahuan utuh tentang heritage yang ada di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini.
BACA JUGA: Tarif Masuk Candi Borobudur Kembali Seperti Semula, Ada Ketentuan Khusus
Dirjen Bimbingan Masyarakat Buddha, Kementerian Agama Supriyadi di Magelang mengatakan pengetahuan tentang Candi Borobudur diberikan oleh Peneliti Dr. Hudaya Kandahjaya.
“Kegiatan ini bermanfaat, di mana kami dari Bimas Buddha memberikan perhatian penuh terhadap pemanfaatan Candi Borobudur,” kata Supriyadi seperti dikutip Turisian.com dari Antaranews, Selasa 18 Oktober 2022.
Menurutnya, pemandu wisata perlu mendapatkan pemahaman utuh terkait beberapa pengetahuan yang selama ini sudah ada.
“Pengetahuan kan berkembang sehingga perlu update,” katanya usai pembukaan Pembekalan Pengetahuan tentang Borobudur bagi Pemandu Wisata Candi Borobudur di Hotel Manohara.
BACA JUGA: Harga Tiket Masuk Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Terbaru
Supriyadi berharap pembicara bisa memberikan update pengetahuan sehingga bisa membuka cakrawala terhadap pemahaman Borobudur khususnya berkaitan dengan agama Buddha.
Peneliti Candi Borobudur Dr. Hudaya Kandahjaya mengatakan awalnya pihaknya menyadari adanya kesimpangsiuran penjelasan tentang Candi Borobudur.
Sehingga mendorongnya untuk meneliti Candi Borobudur.
Hudaya kelahiran Bogor, saat ini menjadi peneliti di Amerika Serikat yang sangat fokus terhadap Borobudur.
Karyanya “Borobudur-Biara Himpunan Kebajikan Sugata” telah diterbitkan tahun 2021 oleh Penerbit Karaniya.
BACA JUGA: PUPR Gelontorkan 2 Triliun Lebih untuk Pengembangan Wisata Borobudur
Pembekalan bagi para pemandu wisata ini diadakan untuk memberikan sejumlah informasi seputar Borobudur.
Hal ini, mengingat terdapat berbagai versi penjelasan tentang Candi Borobudur yang selama ini telah populer di masyarakat.
Ia menyampaikan penelitian tentu berpijak pada dunia kehidupan nyata. Selama ini ada istilah tridatu.
Sarjana Belanda bernama Stutterheim
Itu diajukan oleh sarjana Belanda bernama Stutterheim, sejak awal sudah banyak menimbulkan kontroversi dan pada akhirnya banyak dibantah oleh para ahli.
BACA JUGA: Kementerian Pariwisata Bangun Kolaborasi Kuatkan DPSP Borobudur
“Memang betul karena yang disampaikan oleh Stutterheim itu karena kebetulan dia membaca di kitab Sang Hyang Kamahayanikan lalu kelihatannya cocok begitu,” paparnya.
“Bentuknya Borobudur sepertinya terdiri dari tiga lapis kalau dilihat secara kasar, padahal konsep dasar yang melatarbelakangi penyebutan tridatu di kitab itu tidak ada hubungnnya dengan Borobudur,” sambung Hudaya.
Kemudian dia mencontohkan lagi tentang bunyi sambhara budara yang beredar sebagai asal mula nama Borobudur.
Padahal penggagasnya yaitu prof G de Casparis itu sudah menyatakan bahwa teorinya itu salah.
“Jadi penggagasnya sendiri sudah menyatakan salah. Saya sempat berkorespondensi dengan beliau pada tahun 1980-an. Dan dalam surat itu menyatakan mohon maaf,” ungkapnya.
Karena dulu waktu menyusun disertasi tahun 1950an terburu-buru ingin menjelaskan nama Borobudur.
“Budara itu dipilih oleh prof G de Casparis supaya cocok dengan nama budur, padahal itu tidak ada hubungan sama sekali,” katanya.
Menurut dia hal semacam ini kalau dibiarkan tentu tidak membantu memahami pengertian canti tersebut seperti yang dimaksudkan oleh penciptanya.
“Jadi tujuan saya meneliti adalah memahami menurut persepsi pencipta Borobudur. Bukan menurut persepsi saya pribadi,” katanya.
Kegiatan ini didukung oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko.
Termasuk, Penerbit Karaniya, Badan Koordinasi Pendidikan Buddhis Indonesia (BKPBI), Asosiasi Perguruan Tinggi Agama Buddha (APTABI), Asosiasi Dosen Agama Buddha Indonesia (ADABI).
Kemudian juga, STIAB Smaratungga, STABN Raden Wijaya, STABN Sriwijaya, Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), National Tour Guiding Academy (NTGA).