TURISIAN.com – Pa’piong atau dibaca “pakpiong” merupakan kuliner tradisional yang unik khas Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Makanan khas Tana Toraja ini mirip dengan lemang khas Melayu dari cara masaknya.
Kuliner Tana Toraja ini bernama dasar “Pong” yang artinya tabung (bambu) sebagai alat masaknya. Bambu yang tumbuh di Tana Toraja umumnya berdiameter sekitar 8 sampai 12 cm. Sehingga efektif sebagai alat masak dalam sebuah pesta besar.
Bahan utama pa’piong memakai daging kerbau, ayam, atau ikan mas. Masyarakat lokal di sana banyak yang menggunakan bahan daging babi. Jadi buat Sobat Turisian yang muslim saat berkunjung ke Tana Toraja dan ingin mencoba pa’piong, harus sedikit waspada atau bertanya lebih dahulu.
Pengolahannya mulai dari memotong bahan daging atau ikan. Campur bahan utama tadi dengan daun miana, mirip daun pohpohan di Sunda tapi lebih tebal dan berwarna ungu.
Kemudian tambah parutan kelapa, irisan cabai, bawang merah, bawang putih, garam, potongan jahe, dan serai. Mengolahnya pun masih secara sederhana karena hanya diiris dan memakai sedikit bumbu.
Masukkan bahan tersebut ke dalam buluh bambu dengan lapisan daun pisang dan bakarlah. Saat membakar, posisi bambu harus berdiri berjajar dengan kemiringan 30- 40 derajat di atas bara api. Putarlah sisi bambu yang terkena api beberapa kali, agar seluruh bambu terkena panas dan isi di dalamnya matang merata.
Baca juga: 17 Tempat Wisata Kuliner Berbagai Daerah di Indonesia
Untuk cek tingkat kematangan, bisa dengan mengiris bambu. Jika ada tetesan lemak, artinya masakan sudah matang dan siap menyantapnya bersama nasi hangat. Semua yang pernah makan Pa’piong akan mengakui kelezatan olahan ini meski berbumbu sederhana.
Bahan Dasar Pa’piong Tana Toraja
Di tempat asalnya, kuliner Tana Toraja ini yang berbahan dasar daging babi, disajikan saat Rambu Solo’. Sebuah upacara kematian tradisi Toraja yang sangat terkenal. Upacara mulai pada sore hari atau setelah tengah hari sampai menjelang malam.
Sedangkan untuk Pa’piong berbahan ayam atau ikan mas (kadang berganti kakap) disajikan pada upacara adat kategori Rambu Tuka’. Yaitu upacara atau pesta syukur seperti pernikahan, kelahiran, panen raya, peresmian rumah Tongkonan, dan lainnya. Berbeda dengan Rambu Solo’, upacara Rambu Tuka’ mulai pada pagi hari dan suasana gembira, tak ada kesedihan dan air mata.
Masyarakat Toraja juga mulai mengolah Pa’piong dengan bahan utama tedong atau daging kerbau. Bahan tedong cukup berlimpah dan harganya murah di pasar. Terutama setelah upacara adat kematian selesai.
Hidangan Tana Toraja yang satu ini diolah menjadi dendeng atau empal kering. Kadang daun mina yang menjadi ciri khasnya, berganti jantung pisang muda. Cita rasa miana yang agak sepat dan pahit, hampir sama dengan jantung pisang.
Kini, untuk menikmati Pa’piong tak harus menunggu kegiatan Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’. Masyarakat di sana sudah bisa memasaknya setiap waktu, kapan saja mereka mau. Bahkan beberapa restoran di Rantepao dan Makale (Tana Toraja) atau di Makassar juga menyajikan menu tersebut.
Baca juga: 3 Destinasi Wisata Makam Kuno di Tana Toraja Ini Sungguh Mengguncang Adrenalin
Pa’piong juga ada di beberapa restoran di kawasan Kelapa Gading, Jakarta. Penikmat non Toraja biasanya lebih memilih Pa’piong ayam atau ikan.*
Sumber: indonesia.go.id