TURISIAN.com – Ratenggaro merupakan nama sebuah kampung adat di Desa Maliti Bondo Ate, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Desa adat ini menyimpan daya tarik berupa bangunan rumah adat Ratenggaro dengan ciri unik beratap tinggi.
Keunikan rumah adat Ratenggaro, dibangun tanpa memakai unsur logam seperti paku atau atap seng. Semua materialnya masih sesuai aturan adat para leluhur, berbahan dari alam di sekitar desa.
Tiang utama harus terbuat dari kayu kadimbil atau kayu besi. Atap dari ilalang kering, bambu, dan kahi kara (sejenis akar gantung). Lalu untuk pengikat memakai rotan.
Berbentuk menyerupai rumah panggung yang terdiri dari empat lantai atau tingkat. Tingkat pertama atau dasar difungsikan sebagai kandang hewan peliharaan warga. Lantai kedua sebagai tempat tinggal pemilik rumah.
Tingkat ketiga dipergunakan untuk menyimpan hasil panen. Lalu ada tempat untuk menyimpan benda keramat. Lalu tingkat paling atas untuk meletakkan tanduk kerbau sebagai simbol tanda kemuliaan.
Baca juga: Mulut Seribu di Pulau Rote NTT Mirip Raja Ampat, Sama-sama Indah Menakjubkan
Rumah adat di kampung adat tersebut berkarakter mirip seperti di Flores dan Toraja. Ada rahang babi hutan, lengkap dengan taringnya dan tanduk kerbau digantung di dalam atau pekarangan rumah. Ini menjadi simbol bahwa orang yang memiliki rumah tersebut pernah melaksanakan upacara adat.
Keberadaan rumah adat di Ratenggaro masih lestari karena masyarakat setempat masih memegang kuat tradisi. Masyarakatnya pun menganut kepercayaan Marapu, yang di dalamnya memuja para lelauhur. Marapu juga dianut sebagian masyarakat di Pulau Sumba.
Atap Menara
Ajaran kepercayaan itu pun tampak dari bentuk tempat tinggal mereka. Masyarakat di sana tinggal di rumah panggung dengan atap menara menjulang tinggi. Menara itu pun jadi yang tertinggi di antara rumah adat lain di seluruh Pulau Sumba. Serta menjadi daya tarik keunikan rumah adat di Ratenggaro.
Tinggi menara bisa mencapai 15 sampai 30 meter. Selain melambangkan status sosial, menara bak menggapai langit ini merupakan simbol penghormatan terhadap arwah para leluhur. Dengan begitu, rumah tak hanya berfungsi sebagai tempat hunian, melainkan juga sebagai sarana pemujaan.
Bagi masyarakat di sana, mendirikan rumah adat merupakan pekerjaan besar. Pengerjaannya bisa melibatkan semua penduduk kampung dan harus mendapat restu dari para leluhur. Untuk itu, mereka melakukan ritual adat dipimpin oleh tetua desa.
Baca juga: Lima Jenis Kain Tradisional Indonesia yang Sudah Dikenal Mancanegara
Ritual tersebut bertujuan untuk mendapatkan petunjuk, apakah leluhur mengizinkan mereka untuk membangun rumah atau tidak. Apabila disetujui, ada rangkaian upacara lain yang harus dilaksanakan selama proses pembangunan rumah.
Sumber: indonesia.go.id