TURISIAN.com – Saat liburan ke wilayah Jawa Timur, tak ada salahnya Sobat Turisian mampir ke Candi Pari Sidoarjo. Bangunan cagar budaya ini merupakan peninggalan masa Kerajaan Majapahit. Pendiriannya tertulis pada tahun 1293 Saka atau 1371 Masehi pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk.
Lokasi Candi Pari terletak di Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Candi tersebut menghadap ke arah barat dan berukuran tinggi 13,80 meter, panjang 13,55 meter, dan lebar 13,40 meter.
Material bangunannya menggunakan bata merah, kecuali bagian atas dan bawah ambang pintu bilik candi terbuat dari batu andesit. Rata-rata ukuran bata candi memiliki panjang 38 cm, lebar 21 cm, dan tebal 7 cm.
Menurut N.J. Krom, peneliti arkeologi dari masa kolonial Belanda, dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de Hindoe Javaanche Kunst (1923)” menyebutkan bahwa gaya bangunan candi mendapat pengaruh dari gaya bangunan Campa (Kamboja).
Hal ini memungkinkan karena pada tahun 898-903 Masehi, orang-orang Campa telah masuk Jawa. Lalu Raja Campa Jaya Simhawarman I pun telah melakukan kunjungan ke Pulau Jawa.
Baca juga: 4 Aktivitas Wisata di Kampung Majapahit yang Harus Kalian Coba!
Pengaruh Campa tersebut, bisa Sobat Turisian lihat pada bentuk bangunan dan ornamennya. Untuk mendukung pendapatnya tersebut, Krom mencoba mengkaji hubungan antara Jawa dengan Campa.
Di dalam sumber-sumber tertulis menyebutkan bahwa adanya para pedagang dan orang-orang Campa yang datang ke Jawa. Sehingga tidak menutup kemungkinan apabila mereka membentuk koloni tersendiri.
Kemudian pada tahun 898-903 Masehi, salah seorang kerabat Ratu Tribuwanadewi, permaisuri Raja Campa Jaya Simhawarman I melakukan kunjungan ke Pulau Jawa. Di Jawa, cerita tentang Putri Campa telah berkembang dan terkenal secara luas yang intinya dikaitkan dengan pengislaman pada masa akhir Majapahit.
Tujuan Pembangunan Candi Pari
Pembangunan Candi Pari sendiri bertujuan untuk mengenang tempat hilangnya tokoh Joko Pandelengan bersama istrinya Nyai Lara Walangangin yang menolak tinggal di Kerajaan Majapahit kala itu. Joko Pandelengan sendiri merupakan seorang sahabat salah satu putra Prabu Brawijaya.
Singkat cerita, suami istri yang hidup di Desa Kedung Suko tersebut memiliki hasil panen padi yang melimpah ruah. Sehingga dapat memasok kekurangan pangan di Kerajaan Majapahit yang diketahui oleh raja.
Baca juga: Air Terjun Madakaripura Tertinggi di Jawa dan Lekat dengan Gadjah Mada
Atas jasa-jasanya itulah, raja memerintahkan untuk tinggal di kerajaan namun perintahnya ditolak dan akhirnya dijemput paksa. Saat penjemputan, Jaka Pandelengan bersembunyi dan menghilang di tumpukan padi hasil panen, sedangkan istrinya minta izin mengisi kendi di sumur dan menghilang tanpa bekas juga.
Sumber & Foto: Disbudpar Jatim