TURISIAN.com – Sejak dua bulan terakhir, sedikitnya 100 personel nyaris tak pernah absen di kawasan Pasar 16 Ilir, Palembang.
Mereka merupakan gabungan dari Dinas Perhubungan, Satpol PP, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR, hingga aparat kepolisian dan TNI.
Mereka bekerja pagi, siang, hingga malam, menata ulang denyut jantung ekonomi kota tua itu.
Di bawah komando Wali Kota Ratu Dewa, Pasar 16 Ilir digarap ulang. Tujuannya ambisius, menjadi tempat ini sebagai pusat belanja yang ramah wisatawan.
Pasar yang berdiri kokoh di tepi Sungai Musi dan berdampingan langsung dengan Jembatan Ampera.
Kawasan ini bukan sekadar bersih dan tertib, tapi juga menarik secara visual dan memberi kesan mendalam bagi pelancong.
“Pasar ini punya potensi besar untuk menjadi wajah baru pariwisata Palembang,” ujar Ratu Dewa, saat meninjau progres penataan kawasan.
Langkah-langkah pembenahan dilakukan serentak. Drainase dibongkar dan diperbaiki, jalan yang dulunya dipenuhi lapak kaki lima kini sudah bisa dilintasi kendaraan roda empat.
Sekitar 117 pedagang kaki lima diatur ulang—dari lokasi berdagang, jam operasional, hingga regulasi teknis.
Petugas Satpol PP pun disiagakan 24 jam secara mobile dengan pos pantau terpadu dan pengeras suara yang rutin memberi imbauan soal keamanan.
Upaya ini bukan sekadar proyek perapihan, melainkan bagian dari strategi jangka panjang Pemkot Palembang untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) lewat sektor wisata.
BACA JUGA: Tiga Bandara di Indonesia Naik Kelas Menjadi Gerbang Internasional
Tak memiliki lanskap alam
Maklum, tak seperti Bali atau Lombok yang punya pantai. Atau Bandung yang dikelilingi pegunungan, Palembang nyaris tak memiliki lanskap alam eksotis.
Yang bisa dijual hanyalah kekuatan budaya, kuliner, dan denyut pasar tradisionalnya.
Pasar 16 Ilir pun disulap menjadi ruang wisata urban. Kamera CCTV dipasang di titik-titik strategis, taman dibersihkan, sistem parkir dibuat digital, dan fasad gedung mulai dipercantik.
Sementara itu, gedung pasar yang menghadap langsung ke Sungai Musi itu kini menjadi spot tongkrongan malam dan sentra UMKM.
Di seberangnya, berdiri Kelenteng Dewi Kwam Im, kelenteng tertua di Palembang, ikut menambah kekayaan visual bagi wisatawan yang singgah.
Di dalam pasar, segala kebutuhan tersedia. Mulai dari makanan khas seperti pempek, tekwan, dan model, hingga pakaian, alat elektronik, bahkan perlengkapan ibadah haji dan umrah.
Namun, belum semua rampung. Bagian depan gedung pasar masih menunggu sentuhan revitalisasi berikutnya.
Kekhawatiran pun muncul, mengingat sejarah Pasar Cinde yang pernah dijanjikan menjadi pusat belanja modern tapi kini mangkrak.
“Pasar Cinde harus jadi pelajaran,” kata seorang pedagang setempat. “Jangan sampai 16 Ilir bernasib serupa.”
Wali Kota Ratu Dewa tahu betul beban sejarah itu. Ia tak ingin Pasar 16 Ilir tinggal sebagai mimpi dalam masterplan, tapi gagal dalam eksekusi.
Di tangan pemimpin yang berlatar birokrat ini, revitalisasi pasar bukan hanya urusan fisik, tapi juga pemulihan kepercayaan publik atas janji-janji pembangunan kota.
Palembang, yang dijuluki “Venesia dari Timur” karena dilintasi Sungai Musi dan anak-anak sungainya, memang tengah mencari wajah baru pariwisata.
Jika pantai dan pegunungan tak dimiliki, maka pasar, sungai, dan keramahan warganya harus jadi daya jual utama.
Dan di Pasar 16 Ilir, denyut perubahan itu kini mulai terasa. ***