TURISIAN.com – ISBI Bandung atau Institut Seni Budaya Indonesia kembali memancarkan pesonanya sebagai tuan rumah festival seni bertaraf internasional.
Usai sukses menggelar Pesta Seni Budaya Asia Tenggara pada Maret 2023, ISBI Bandung kini mempersembahkan Festival Seni Budaya ASEAN 2024 yang berlangsung selama tiga hari, 23-25 November 2024, di Gedung Kesenian Sunan Ambu, Jalan Buah Batu, Bandung.
Mengusung kolaborasi lintas negara—Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Bangladesh—festival ini menjadi panggung beragam pertunjukan seni dari tari, musik karawitan, teater, hingga diskusi budaya.
Hari Pertama: Rampak Kendang Membuka Tirai
Festival dimulai dengan megah oleh penampilan “Tari Rampak Kendang”, karya ISBI Bandung yang memanfaatkan kekuatan alat musik tradisional kendang sebagai inspirasi. Dalam sambutannya, Rektor ISBI Bandung, Dr. Retno Dwimarwati, S. Sen., M. Hum., menyampaikan rasa bangga dan harapannya terhadap kolaborasi budaya ini.
“Komunitas ini dibangun atas kepedulian bersama terhadap seni pertunjukan di Asia Tenggara. Kami ingin menciptakan wadah berbagi pengalaman, ide, dan inspirasi,” ujarnya.
Di antara delegasi yang hadir, tampak nama-nama seperti Mahmuda Akter Lutfa dari Dhaka University, Saleh Buang dari Singapura, hingga Haliza Binti Mohd Rashidi dari Johor Malaysian Art School.
BACA JUGA: Ginting Institute Gelar Pameran Seni Lukis Bareng Galeri Zen 1 Jakarta
Penampilan Seni yang Berwarna
Agenda festival melibatkan karya seni terbaik dari tuan rumah maupun negara tetangga. Berikut sorotan karya yang ditampilkan:
- Tari “Joged Runggien” (ISBI Bandung): Menghidupkan semangat ceria seorang Ronggeng pada hari pertama.
- “Tatabeuhan dina Karawitan Sunda” (ISBI Bandung): Sebuah permainan musikal dengan estetika khas Sunda pada 24 November.
- Monolog “Balada Sumarah” (ISBI Bandung): Kisah perjuangan perempuan melawan diskriminasi yang menyayat hati.
- “Manusia Raja” (Gerak Teater Johor Malaysia): Drama tragis penuh konflik internal karya Azmi Senjakala.
Dari Singapura, Saleh Buang mempersembahkan musik kontemporer, sementara Johor Malaysian Art School membawa tarian klasik seperti Joged Kasih Si Die dan Tarian Inang ya Maulay.
Kolaborasi dan Penutup Berkesan
Hari ketiga menjadi momentum edukatif melalui diskusi dan workshop bersama seniman lintas negara. Kolaborasi teater di malam penutupan menghadirkan lakon adaptasi klasik bertajuk “Haji Bakhil”, yang menggambarkan sisi gelap keserakahan melalui gaya satir nan jenaka.
Rektor Retno menutup festival dengan pesan penuh harapan. “Kerja sama ini menjadi awal dari perjalanan panjang memperkuat jaringan budaya di Asia Tenggara,” tuturnya.
Festival ini bukan sekadar selebrasi seni, tetapi juga ruang bertukar pikiran, menjalin hubungan, dan membangun masa depan seni yang lebih dinamis. ISBI Bandung kembali membuktikan, seni adalah jembatan untuk memahami dan menghargai keragaman. ***