TURISIAN.com – Langkah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) penyegelan usaha di kawasan wisata Puncak, Kabupaten Bogor, berbuntut panjang.
Anggota DPR RI dari Partai Gerindra Mulyadi menuding kebijakan itu dijalankan tanpa kajian matang dan menimbulkan gejolak ekonomi di daerah.
“Sekarang ini seperti hantam kromo tanpa melihat dampak sosial-ekonominya,” kata Mulyadi di Pesona Alam Resort, Bogor, Kamis, 16 Oktober 2025.
Menurutnya, KLH gagal membaca karakter kawasan Puncak yang hidup dari denyut pariwisata dan jasa.
Penutupan hotel, restoran, dan destinasi wisata secara serampangan, kata dia, telah menimbulkan efek domino. Diantaranta, okupansi menurun, petani kehilangan pasar, hingga ribuan pekerja dirumahkan.
“Hotel sepi, omzet jatuh, dan banyak warga kehilangan pekerjaan,” ujarnya.
Data dari Pemerintah Kabupaten Bogor memperkuat kekhawatiran itu. Pendapatan Asli Daerah (PAD) anjlok hingga 50–80 persen.
BACA JUGA: Puncak Perayaan Hari Jadi Bogor ke-543 Digelar Juni, Tampilkan Beberapa Atraksi
Penegakan Hukum Lingkungan
Angka tersebut, menurut Mulyadi, menjadi alarm bahwa penegakan hukum lingkungan telah melampaui batas kewajaran.
Mulyadi menegaskan tak menolak penegakan aturan bagi pelaku usaha yang merusak lingkungan.
Namun ia meminta pemerintah berlaku adil terhadap pengusaha yang berizin dan taat regulasi.
“Kalau sudah sesuai izin, seharusnya dibina, bukan ditutup. Mereka juga menyerap tenaga kerja dan menopang PAD,” katanya.
Keresahan makin besar lantaran sebagian besar warga Puncak menggantungkan hidup pada sektor wisata.
“Kalau tidak ditampung, bisa meledak di jalan. Sudah banyak spanduk dan rencana aksi demo,” ucap Mulyadi.
Ia mengaku telah melaporkan situasi tersebut kepada pimpinan DPR, pimpinan komisi, hingga Istana melalui Sekretaris Pribadi Presiden dan Sekjen Partai Gerindra.
Dari komunikasi dengan Dirjen Gakkum KLH Mulyadi mengklaim pemerintah kini mulai melunak. Sekarang sekitar 11 hingga 15 hotel disebut telah dibuka kembali.
Untuk meredam keresahan warga, Mulyadi membuka posko aspirasi bagi pelaku usaha dan masyarakat terdampak.
“Puncak bukan sekadar tempat wisata, tapi sumber kehidupan,” ujarnya.
Politikus asal Bogor itu menutup dengan pesan agar pemerintah bersikap arif.
“Kami menghargai penertiban, tapi jangan semua dipukul rata. Iklim investasi dan stabilitas sosial harus dijaga,” katanya.