Tarif Impor Resiprokal AS, Angin Segar Bagi Wisata Belanja

Tarif Impor Resiprokal
Ilustrasi produk telepon genggam pabrikan Amerika. (Foto: Dok.Unsplash.com)

TURISIAN.com – Pemerintah Amerika Serikat baru saja mengumumkan tarif impor resiprokal untuk Indonesia sebesar 19 persen.

Kebijakan itu, disambut hangat oleh kalangan peritel dalam negeri. Meski belum sepenuhnya diberlakukan karena masih menunggu penandatanganan resmi perjanjian perdagangan timbal balik.

Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, menyebut keputusan Washington itu justru membawa angin segar bagi industri ritel nasional.

Alasannya, salah satu poin dalam kesepakatan menyangkut bea masuk nol persen bagi produk asal Amerika yang masuk ke Indonesia. Konsekuensinya, harga produk AS di pasar domestik berpotensi lebih murah.

“Ini bukan cuma bagus buat ritel, tapi juga mendorong perdagangan dan wisata belanja,” kata Budihardjo di Gedung Smesco, Jakarta, Rabu, 23 Juli 2025.

Ia membayangkan kemungkinan Indonesia menjadi destinasi belanja baru untuk konsumen kawasan Asia Tenggara.

“Siapa tahu orang Singapura belanja ke sini. Itu kan bagus. Kita ingin mereka bawa uang ke Indonesia,” ujarnya optimistis.

Budihardjo meyakini, produk-produk asal AS. Khususnya di segmen menengah ke atas—akan mudah terserap pasar domestik.

Dengan kemudahan tarif, masyarakat kelas menengah atas tak perlu lagi terbang ke luar negeri hanya untuk mendapatkan produk premium Amerika.

BACA JUGA: Asyiik, Aturan Pembatasan Barang Bawaan dari Luar Negeri Dicabut

Menekan Produk Lokal

“Kalau sekarang mereka belanjanya ke luar negeri, ke depan kita balikkan arusnya,” kata dia.

Ia juga menepis kekhawatiran bahwa kebijakan itu akan menekan produk lokal, khususnya UMKM.

Menurutnya, pasar yang disasar produk AS berbeda dengan segmen produk lokal.

“Nggak akan bentrok. Pasarnya beda,” ujarnya soal tarif impor resiprokal.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia masih merapikan peta jalan implementasi tarif resiprokal ini.

Meski pengumuman sudah dilayangkan secara resmi oleh Pemerintah AS melalui pernyataan bersama (joint statement). Perjanjian dagang timbal balik belum ditandatangani.

“Sekarang sudah diumumkan, tapi belum otomatis berlaku. Harus ada detailing yang disepakati kedua pihak,” kata Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto.

Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan regulasi pendukung bersama kementerian dan lembaga terkait.

Detail teknis, baik tarif maupun ketentuan non-tarif. Masih digodok untuk dituangkan dalam dokumen perjanjian resmi.

“Joint statement itu kan sifatnya masih umum. Kita perlu pengaturan lebih lanjut di dalam negeri,” ujar Haryo. ***

Pos terkait