TURISIAN.com – Senin sore, 21 Juli 2025, Jalan Layang Pasupati berubah jadi medan protes. Puluhan bus pariwisata berbaris rapi, menutup akses kendaraan dari arah Gasibu hingga Pasteur.
Jalan macet, kota terhenti. Klakson telolet bersahut-sahutan, bukan untuk menyambut penumpang. Tetapi sebagai simbol perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap mencekik napas sektor pariwisata.
Aksi ini terjadi setelah ribuan pelaku usaha pariwisata Jawa Barat menuntaskan unjuk rasa di depan Gedung Sate sejak pagi.
Dari sopir bus hingga pengusaha UMKM, mereka turun ke jalan memprotes larangan studi tour. Larangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 45/PK.03.03/KESRA.
Sementara itu, sekitar pukul 15.15 WIB, selepas massa membubarkan diri, deretan bus perlahan naik ke Pasupati. Tak ada aba-aba, tak ada pengumuman.
BACA JUGA: Buntut Kecelakaan Bus Pariwisata, Mengelola Study Tour yang Baik Menjadi Penting
Mereka hanya saling mengikuti, satu per satu memarkirkan diri membentuk barikade kendaraan besi. Kota lumpuh seketika.
Lalu lintas macet total. Kendaraan dari segala arah terjebak. Motor dan mobil mengular, hanya bergerak tak lebih dari 10 kilometer per jam.
Sebelumnya, bus-bus ini juga secara serentak membunyikan telolet di depan Gedung Sate. Aksi itu dilakukan karena pemda Jawa Barat ternyata tidak merespon protes yang mereka lakukan.
Koordinator Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat (P3JB), Herdis Subarja, menyebut pelarangan studi tour dalam SE Gubernur sebagai bencana bagi pelaku wisata.
“Banyak usaha kehilangan penghasilan, sebagian bahkan terancam gulung tikar,” kata Herdi.
Oleh sebab itu, blokade bus pariwisata di Pasupati adalah klimaks dari kekecewaan yang menumpuk.
Suara telolet bukan lagi hiburan anak-anak di pinggir jalan, melainkan pekik protes dari industri yang merasa ditinggalkan. ***