Kontroversi Kematian Pendaki Asal Brasil Juliana, Bagaimana Peran Pemandu

Juliana
Ilustrasi tiga pendaki sedang menyusuri lereng Gunung Rinjani. (Foto: Dok.Pixabay.com)

TURISIAN.com – Pada Selasa pagi, 24 Juni 2025, kabar tragis datang dari lereng Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. Juliana, perempuan asal Brasil berusia 27 tahun, ditemukan tewas di dasar jurang berkedalaman 600 meter.

Tubuhnya ditemukan oleh tim pencari, dua hari setelah dinyatakan hilang.

Juliana mendaki bersama enam rekannya menuju Pos Pelawangan Sembalun, didampingi seorang pemandu lokal.

Namun, perjalanan itu berubah menjadi malapetaka setelah Juliana dilaporkan kelelahan. Sang pemandu menyarankannya untuk beristirahat.

Laporan yang beredar menyebut, saat itu rekan-rekannya beserta pemandu melanjutkan perjalanan.

Saat mereka menyadari Juliana tak juga menyusul, pemandu kembali ke lokasi ia ditinggalkan. Tapi yang tersisa hanyalah jejak. Juliana telah menghilang.

Sementara itu, peristiwa ini memicu pertanyaan mendasar,  bolehkah pendaki yang kelelahan ditinggal sendirian di tengah jalur gunung?

Ketua Umum Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), Rahman, menegaskan bahwa tindakan itu bertentangan dengan prinsip dasar pendakian.

“Secara prinsip buddy system, tidak boleh meninggalkan anggota tim sendirian,” kata Rahman seperti dikutipo dari Kompas.com, Selasa, 24 Juni 2025.

Sedangkan prinsip buddy system merupakan protokol keselamatan yang mewajibkan pendaki untuk saling menjaga dan mendampingi.

Sistem ini mengutamakan kebersamaan dalam menghadapi risiko di alam bebas. Mulai dari kelelahan, kecelakaan, hingga kondisi darurat lainnya.

Alih-alih ditinggalkan, kata Rahman, pendaki yang kelelahan seharusnya langsung mendapat penanganan melalui metode STOP: stop, think, observe, plan.

Artinya, berhenti sejenak, pikirkan kondisi, amati tanda-tanda vital tubuh, lalu rencanakan langkah berikutnya secara bijak.

“Jika setelah istirahat kondisi membaik, pendakian bisa dilanjutkan dengan perlahan dan tetap dalam pengawasan,” ujarnya.

“Tapi jika tidak memungkinkan, prioritasnya adalah membawa pendaki turun dengan pendampingan,” sambungnya.

Kematian Juliana membuka celah dalam tata kelola keselamatan pendakian wisata di Indonesia.

Ia datang ribuan kilometer untuk menjelajah alam tropis Indonesia, namun justru berakhir di dasar jurang.

Sebuah tragedi yang mestinya tak perlu terjadi, jika prinsip keselamatan ditegakkan. ***

Pos terkait