\KLIKNUSAE.com – Di tengah tekanan efisiensi anggaran pemerintah dan lesunya kegiatan MICE, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI Jawa Barat mencoba merajut sinergi.
Bertempat di Sari Ater Kamboti, Bandung, Senin, 5 Mei 2025, BPD PHRI Jabar menggelar Silahturahmi (Halal Bi Halal) 2025 BPD PHRI Jawa Barat yang berlangsung di Sari Ater Kamboti Hotel, Kota Bandung, Senin malam, 5 Mei 2025.
Acara dihadiri oleh perwakilan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan, jajaran DPC PHRI, pelaku industri hotel dan restoran, serta asosiasi pariwisata lainnya.
Dalam pidato pembuka, Ketua BPD PHRI Jabar, Dodi Ahmad Sopiandi, menyuarakan kegelisahan pelaku usaha atas menurunnya pendapatan hotel.
Penyebab utamanya, yakni merosotnya permintaan terhadap layanan MICE dari instansi pemerintah.
“MICE adalah tulang punggung utama pendapatan hotel. Sekarang aktivitasnya nyaris tak terlihat,” kata Dodi.
Namun, Dodi percaya kekuatan PHRI justru terletak pada kekompakan para anggotanya.
“Kebersamaan adalah modal utama untuk membangkitkan pariwisata Jawa Barat,” ujarnya.
Senada dengan Dodi, Teddy Rionald Bachtiar, Wakil Ketua Umum BPP PHRI bidang Pengembangan Usaha, Investasi, Litbang dan IT menyoroti belum optimalnya pendapatan daerah dari sektor perhotelan dan restoran.
Salah satu biangnya adalah legalitas usaha yang belum jelas.
“Masih banyak pelaku usaha digital yang belum mengantongi izin,” ucapnya.
Pembentukan Satgas Perizinan
BACA JUGA: Ketua Umum PHRI Haryadi, Industri Hotel Sedang Menghadapi Masa Sulit
Teddy bahkan mendorong pembentukan Satgas Perizinan oleh pemerintah daerah agar pelaku industri taat hukum.
Sementara itu, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan, yang dikenal getol mengangkat sektor pariwisata, menambahkan optimismenya.
Ia menyebut Bandung sebagai “jantung ekonomi berbasis pariwisata.”
Sepanjang Mei hingga Juli 2025, Bandung akan diramaikan berbagai even fun run, termasuk Pocari Sweat Run yang diprediksi akan mendatangkan 15 ribu pelari, 10 ribu di antaranya dari luar kota.
Menurut Farhan, sport tourism seperti ini bukan hanya soal kebugaran, tapi peluang nyata bagi pelaku industri perhotelan dan restoran.
Ia juga mendorong kolaborasi pelaku usaha dengan kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh, dalam bentuk paket bundling atau diskon.
Selain lari, musik juga jadi andalan. Ada konser musik kebangsaan saat peringatan Hari Kemerdekaan, serta festival jazz seperti TP Jazz di Hotel Papandayan.
“Kuliner dan musik bisa menjadi kekuatan wisata yang saling menopang,” kata Farhan.
Ia juga menyinggung potensi education tourism dengan menghidupkan kembali Bandara Husein Sastranegara.
“Bandung masih menjadi magnet mahasiswa dari Medan, Makassar, hingga Batam,” ujarnya.
Menurutnya, kehadiran keluarga mahasiswa yang rutin berkunjung bisa menjadi pasar baru bagi hotel dan restoran.
Farhan bahkan melirik peluang di sektor lain, seperti perdagangan kopi hingga wisata kesehatan.
Ia membuka wacana pembangunan rumah sakit bedah plastik sebagai alternatif destinasi kecantikan di Asia.
“Tak perlu ke Korea, cukup di Bandung. Inap di hotel, makan enak, operasi jalan,” katanya.
Namun Farhan tak menutup mata pada problem kota: macet dan sampah. Alih-alih pesimis, ia justru menyebut keduanya sebagai peluang ekonomi.
“Kalau ada kendala, pasti ada peluang. Dan di setiap peluang, pasti ada cuan,” tutupnya. ***