TURISIAN.com – Di jantung Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Bentang Alam Bukit Tiga Puluh, berdiri Pusat Informasi Konservasi Gajah Tebo (PIKG), Jambi.
Lembaga ini menjadi garda terdepan dalam upaya konservasi dan mitigasi konflik antara manusia dan satwa.
Lima ekor gajah jinak yang didatangkan dari Lampung dan Sumatera Selatan kini menjadi duta edukasi sekaligus penjaga keseimbangan ekosistem.
Pelaksana tugas (Plt) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, Teguh Sriyanto, menyatakan bahwa PIKG merupakan bagian dari BKSDA Jambi.
“Lokasinya di Tebo, tepat di kantong populasi gajah terbesar di Bukit Tiga Puluh,” ujar Teguh saat ditemui di Jambi, Minggu 23 Februari 2025.
Bukit Tiga Puluh yang membentang dari Kabupaten Tebo hingga Tanjung Jabung Barat menjadi rumah bagi sekitar 129 individu gajah liar.
Selain di kawasan ini, populasi gajah juga ditemukan di Hutan Harahap, Kabupaten Batanghari, yang menjadi habitat bagi tujuh ekor gajah.
Sementara di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang tersebar di Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Bengkulu, jumlah populasi gajah masih belum teridentifikasi secara pasti.
BACA JUGA: Geopark Merangin Diakui UNESCO, Ini Komentar Gubernur Jambi Al Haris
Pemukiman Manusia
Namun, bukan gajah yang menerobos masuk ke pemukiman warga. Sebaliknya, habitat mereka yang kini berubah menjadi perkebunan dan pemukiman manusia.
“Selama ini ada pemahaman keliru. Bukan gajah yang masuk kebun, tetapi habitatnya yang telah menjadi kebun,” tegas Teguh.
Di Desa Muaro Sekalo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, gajah liar sudah menjadi pemandangan sehari-hari bagi warga.
Dian Kaprawi, seorang pengunjung, mengungkapkan betapa mudahnya menemukan kawanan gajah liar di kawasan ini.
“Sudah seminggu di sini, setiap hari selalu berjumpa gajah liar,” katanya.
Untuk mengantisipasi konflik, lima ekor gajah jinak di PIKG dikendalikan oleh para mahout (pawang gajah) yang bertugas menggiring gajah liar agar tidak masuk ke pemukiman warga.
“Di dalam Muaro Sekalo, ada gajah khusus yang dikendalikan pawang untuk mengusir gajah liar yang mendekati perkampungan,” tambah Dian.
Keberadaan PIKG Tebo menjadi bukti bahwa harmoni antara manusia dan satwa liar bukan sekadar mimpi.
Dengan pendekatan Konservasi Gajah Tebo yang tepat, masa depan gajah Sumatera di Bukit Tiga Puluh masih memiliki harapan. ***