Industri Perhotelan Jawa Barat Terpukul, Okupansi Terjun Bebas, Hanya 30 Persen

Industri Perhotelan Jawa Barat
Ilustrasi Kamar Hotel. (Dok.Pixabay.com)

TURISIAN.com – Libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 tak membawa angin segar bagi industri perhotelan Jawa Barat.

Tingkat hunian hotel justru melorot tajam dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, Dodi Ahmad Sofiandi, menyebut situasi ini sebagai lampu merah bagi sektor perhotelan.

Rata-rata okupansi hotel berbintang selama musim liburan hanya menyentuh angka 45 persen.

Lebih miris lagi, hotel non-bintang hanya mampu bertahan di kisaran 30 persen.

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2023, ketika hotel-hotel di destinasi wisata utama Jawa Barat masih bisa mencatat okupansi lebih tinggi.

“Perubahan pola perjalanan wisata masyarakat menjadi salah satu penyebab utamanya,” ujar Dodi dalam keterangan persnya yang diterima, Turisian.com, Sabtu 11 Januari 2025.

Menurut dia, daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah merosot akibat dampak deflasi yang terus menghantam.

Kondisi ini diperkirakan akan berlangsung hingga Maret 2025. “Kami memperkirakan tingkat hunian kamar tak akan beranjak dari 30 persen dalam tiga bulan ke depan,” ujar Dodi dengan nada pesimis.

BACA JUGA: Tingkat Hunian Hotel Cianjur Merosot Tajam di Libur Nataru 2025

Gempuran Masalah Ekonomi

Dodi membeberkan sejumlah faktor yang turut memperparah situasi. Pertama, pemangkasan hari libur pada Natal dan Tahun Baru yang mengurangi antusiasme perjalanan wisata.

Kedua, ketidakpastian ekonomi akibat naiknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen menjelang libur akhir tahun.

Ketiga, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kian masif akibat banyaknya pabrik tutup.

Tak hanya itu, munculnya alternatif penginapan murah seperti homestay, rumah kos, dan apartemen sewa ikut menggerus pasar hotel konvensional.

“Mereka ini kompetitor tak sehat. Tidak memiliki izin operasi, tidak membayar pajak, tapi tetap beroperasi seperti hotel. Tentu saja mereka lebih murah,” keluh Dodi.

Promosi Lesu, MICE Lesu

Sementara itu, kelesuan promosi pariwisata dari pemerintah daerah semakin menambah derita sektor perhotelan.

Menurut Dodi, anggaran promosi wisata terus dipangkas. Kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition), yang selama ini menjadi andalan hotel di Jawa Barat, juga terpukul karena alokasi anggaran dinas pemerintah menyusut drastis.

“Dulu, anggaran dinas bisa mencapai Rp3 miliar. Sekarang hanya Rp700 juta. Imbasnya, kegiatan-kegiatan yang biasanya diadakan di hotel pun ikut berkurang,” kata Dodi.

Dengan berbagai persoalan yang mengimpit, Dodi mengaku pesimistis industri perhotelan Jawa Barat akan pulih dalam waktu dekat.

“Kami butuh langkah konkret dari pemerintah daerah untuk mempromosikan pariwisata dan menstimulasi ekonomi agar wisatawan kembali datang ke Jawa Barat,” pungkasnya. ***

Pos terkait