TURISIAN.com – Wayang Jogja Night Carnival (WJNC) ke-9 kembali menjadi magnet bagi ribuan pengunjung. Bahkan masyarakat telah memadati kawasan karnaval sejak sore.
Acara ini merupakan puncak perayaan ulang tahun ke-268 Kota Yogyakarta, di mana warga disuguhkan berbagai atraksi seni sejak matahari masih tinggi.
Tujuh daerah dari luar Yogyakarta membuka pertunjukan dengan keunikan masing-masing.
Sementara itu, peserta dari Ponorogo, Kalimantan, Bandung, Sulawesi, dan Medan turut memeriahkan WJNC kali ini.
Dari Bandung, misalnya, tampil Tarian Yudarini yang memukau, mengisahkan prajurit-prajurit wanita yang tengah bersiap menuju medan perang.
Setelah suguhan dari tujuh daerah tersebut, saat malam menjelang, tiba giliran suguhan utama WJNC: sebuah pertunjukan seni jalanan yang melibatkan 14 kemantren (setara kecamatan) di Kota Yogyakarta.
Sedankan, tahun ini, fragmen Gatotkaca Wirajaya menjadi tema sentral, menghidupkan kembali kisah heroik Gatotkaca di jalanan Yogya.
Beberapa tokoh wayang yang dihadirkan antara lain Jabang Tetuka, Kala Pracona, Bathara Narada, dan Arimbi, yang diperankan oleh Kemantren Tegalrejo.
Sementara, Kemantren Umbulharjo menampilkan Brajamusti, Brajadenta, dan Angkawijaya.
Tak ketinggalan, Kemantren Wirobrajan mengangkat tokoh-tokoh seperti Utari, Siti Sundari, dan Abimanyu, serta Raden Sutejo dan Kresna dari Kemantren Jetis.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam sambutannya, menyebut Gatotkaca sebagai simbol ksatria dan pahlawan yang berpegang teguh pada dharma.
Interaksi antara tradisi dan modernisasi
“Gatotkaca mengajarkan bahwa semangat kepahlawanan tidak pernah padam,” kata Sultan, Senin 7 Oktober 2024.
Sultan juga menegaskan, WJNC merupakan representasi dari interaksi antara tradisi dan media modern.
“Karnaval ini diharapkan bisa menjadi hiburan yang menggambarkan harmoni di Yogyakarta,” ujarnya.
Penjabat Wali Kota Yogyakarta, Sugeng Purwanto, menambahkan, WJNC melibatkan lebih dari seribu seniman, termasuk pelajar dan mahasiswa.
“Kami berharap WJNC bisa menjadi daya tarik wisata dan menghidupkan sektor pariwisata Yogyakarta,” tuturnya.
Annisa, salah satu peserta dari Kemantren Jetis, berbagi cerita tentang persiapan intensif para penampil.
“Latihan kami berlangsung sekitar 14 kali pertemuan, dua minggu sebelum hari H. Setiap tahun, regenerasi seniman terjadi secara alami, dengan warga baru yang selalu ikut berpartisipasi,” jelasnya.
Kali ini, sebanyak 60 warga terlibat, baik sebagai penampil maupun kru.
Begitu pun, Dyan, seorang penonton setia WJNC, datang bersama teman-temannya untuk menyaksikan langsung pertunjukan di Tugu Pal Putih.
“Nonton langsung jauh lebih seru daripada daring. Atmosfernya beda, lebih hidup,” katanya antusias. ***