TURISIAN.com — Aroma teh dan percakapan akrab membuka keakraban di acara pelantikan pengurus periode ke-1 Perkumpulan Marga Yap Indonesia Bersatu.
Dan keakraban itu masih terus berlanjut saat Henry Husada melangkah masuk ke ruang perjamuan Restoran Sun City, Jakarta Utara, Minggu 30 November 2025, tempat acara pelantikan.
Di ruangan yang remang tetapi hangat itu, puluhan orang saling tersenyum, berpelukan, dan menjabat tangan.
Bukan sekadar pertemuan, hari itu serupa reuni besar sebuah keluarga yang ingin mengukuhkan kembali akar sejarahnya.
Peresmian dan Pelantikan Pengurus Periode ke-1 Perkumpulan Marga Yap Indonesia Bersatu menjadi penanda babak baru.
Khususnta, bagi komunitas yang tumbuh dari garis keturunan yang sama, namun kini tersebar di berbagai kota dan profesi.
Kehadiran tokoh nasional dan pimpinan organisasi membuat suasana semakin semarak.
Terlihat Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin, Basuki Tjahaja Purnama sebagai Dewan Kehormatan.
Kemudian juga hadir Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang, dan Wali Kota Singkawang sekaligus Dewan Kehormatan Tjhai Cui Mie.
Dari internal perkumpulan, hadir pula jajaran Dewan Pertimbangan dan pengurus, di antaranya Sugeng Prananto dan David Herman Jaya.
Di tengah keramaian itu, Henry Husada berdiri sebagai salah satu figur yang paling sering disapa. Senyumnya mengembang setiap kali seseorang menghampirinya.
BACA JUGA: Jakarta–Nonsan Perkuat Diplomasi Stroberi, Memastikan Pelaksanaan Festival
Rasa Memiliki
Seakan mengafirmasi bahwa marga bukan sekadar sebutan, melainkan rasa memiliki. Dalam pandangannya, sebuah marga adalah jembatan nilai.
Ia menyambungkan generasi lewat integritas, kerja keras, bakti kepada orang tua, juga komitmen untuk saling membantu.
“Marga bukan sekadar nama keluarga yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ia adalah jembatan nilai,” ujar Henry, yang juga menjabat Ketua Harian I PSMTI.
“Di dalamnya tumbuh integritas, kerja keras, kesetiaan, hingga komitmen untuk membantu sesama.”
Baginya, pelantikan ini bukan seremoni yang sekadar menambah daftar acara komunitas. Ia melihatnya sebagai penegasan jati diri yang lebih besar.
“Ya, ini momentum untuk meneguhkan identitas Tionghoa Indonesia sebagai bagian utuh perjalanan bangsa. Sekaligus memperkuat persaudaraan di tengah derasnya perubahan zaman,” katanya.
Sore itu, ketika lampu kristal Sun City memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan. Para anggota Marga Yap Indonesia Bersatu merasakan lebih dari sekadar kebanggaan.
Ada harapan baru yang tumbuh—bahwa nama keluarga dapat menjadi fondasi yang kokoh untuk masa depan, tanpa kehilangan relevansi dalam kehidupan Indonesia modern.
Dan di tengah harapan itu, kehadiran Henry Husada memberi warna tersendiri. Hangat, reflektif, dan mengikat kembali makna sebuah marga bagi generasi yang terus bergerak maju. ***





