TURISIAN.com – Majelis Musyawarah Sunda (MMS) kembali digelar di Gedung Sate, Bandung, Sabtu, 22 November 2025.
Forum tahunan yang memasuki edisi kedua ini menjadi ruang pertemuan sejumlah tokoh Jawa Barat. Termasuk Wakil Menteri Dalam Negeri Komjen Pol (Purn) Akhmad Wiyagus dan Presidium Pinisepuh MMS Burhanudin Abdullah.
Bahkan juga hadir Pinisepuh MMS yang juga Ketua Perkumpulan Urang Banten, Irjen Pol (Purn) Taufiequrachman Ruki.
Pada kesempatan tersebut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi turut hadir memberikan sambutan.
Dedi Mulyadi—yang akrab disapa KDM—mengapresiasi gagasan yang dirumuskan MMS.
Menurutnya, masukan tersebut memperkaya khazanah pemikiran yang dibutuhkan Jawa Barat untuk mengatasi persoalan mendasar. Mulai dari tata ruang, sungai, hingga hutan yang mengalami tekanan panjang.
“Penataan sungai dari Karawang, Indramayu hingga Bogor sudah mulai kami jalankan. Masukan seperti ini memperluas cakrawala,” kata Dedi.
Ia menegaskan pembenahan ekosistem air dan hutan bukan hanya soal estetika tata ruang, melainkan upaya mengembalikan jati diri Jawa Barat sebagai peradaban yang hidup dari air.
“Bangunan yang menghalangi aliran air dibongkar. Kita memuliakan peradaban air,” ujarnya.
KDM juga menyoroti mahalnya biaya pemulihan lingkungan dibanding keuntungan jangka pendek dari penyewaan lahan hutan atau bantaran sungai.
Ia meminta pengelola hutan mengembalikan fungsi ekologis hutan dengan memperkuat keanekaragaman hayati, bukan sekadar menanam pohon produksi.
Di hadapan peserta Majelis Musyawarah Sunda, Dedi mengungkapkan bahwa pemerintah provinsi telah membentuk tim pengkaji hari lahir Jawa Barat.
Ia merujuk langkah Kabupaten Bogor yang menetapkan hari lahir berdasarkan pelantikan Sri Baduga sebagai raja.
“Kalau Sunda arahnya ke Siliwangi, ya harus ke sana,” tuturnya.
BACA JUGA: Wajah Baru KA Pasundan, Kini Kursi Kapten dan Ruang Kaki Lapang
Sunda diekstraksi
Sementara itu Presidium Pinisepuh MMS, Dindin S. Maolani, memaparkan gambaran lebih luas mengenai kondisi Sunda hari ini.
Menurutnya, berbagai persoalan—dari fiskal, tata ruang, pendidikan, hingga ekonomi rakyat—bukan lagi masalah sektoral, melainkan sistemik dan saling mengunci.
Kekayaan alam dan ruang hidup Sunda diekstraksi tanpa memberikan manfaat yang adil kepada masyarakat.
Sementara kebudayaan dan kepemimpinan kolektif Sunda dinilainya masih terpinggirkan dan belum terkonsolidasi kuat.
Pada puncak acara, MMS menyerahkan dokumen Manifesto Peradaban Sunda Raya kepada Gubernur Dedi Mulyadi.
Dokumen ini dirumuskan melalui rangkaian Sawala Maya I & II serta musyawarah di Universitas Padjadjaran pada 15 November 2025.
Manifesto tersebut memuat empat agenda strategis sebagai ikhtiar Sunda menuju Indonesia Emas 2045:
Pertama, penguatan jati diri dan pemajuan kebudayaan Sunda melalui revolusi pendidikan karakter, kebijakan afirmatif bahasa serta toponimi, dan pembentukan dana abadi kebudayaan Sunda Raya.
Kedua, penataan ulang hubungan pusat dan daerah. Konsep ini mencakup reforma keadilan fiskal nasional, integrasi Sunda Raya melalui pendekatan mirip kerja sama Benelux, pencabutan moratorium pemekaran daerah secara selektif, serta peninjauan ulang proyek-proyek nasional di wilayah Sunda.
Ketiga, prioritas pembangunan dan kesejahteraan yang berlandaskan audit sistemik proyek strategis nasional, reforma agraria kultural, penguatan ekonomi rakyat, serta pembangunan berbasis data presisi dan Indeks Kesejahteraan Sunda Raya.
Keempat, pembentukan sistem kepemimpinan Sunda melalui Sunda Leadership Institute, konsolidasi fraksi Sunda Raya di DPR, DPD, dan DPRD, penyusunan buku putih perjuangan Sunda, serta pengakuan MMS sebagai mitra strategis pemerintah.
Dengan menyerahkan manifesto ini, MMS berharap arah besar pembangunan Jawa Barat dan wilayah Sunda Raya tak lagi berjalan tanpa pijakan kebudayaan dan keadilan ruang.
Sebuah peta jalan yang mereka sebut sebagai ikhtiar memulihkan martabat Sunda di tengah arus besar Indonesia modern. ***





