TURISIAN.com – Kementerian Ekonomi Kreatif menyatakan komitmennya memperkuat industri radio yang dinilai tetap strategis. Utamanya, sebagai medium distribusi konten kreatif dan penggerak ekonomi kreatif daerah.
Di tengah gempuran platform digital, radio disebut masih memiliki daya hidup: pendengarnya mencapai 16 juta orang di sepuluh kota besar.
“Radio bukan lagi sekadar medium tradisional. Ia bagian dari ekosistem ekonomi kreatif yang dituntut mampu menciptakan model bisnis baru di era digital,” kata Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu, 15 November 2025.
Riefky menegaskan pemerintah akan terus mendorong relevansi dan daya saing penyiaran radio sebagai salah satu pilar ekonomi kreatif.
“Kami ingin industri radio tetap berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi kreatif berbasis daerah,” ujarnya.
Data Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) menunjukkan belanja iklan radio masih menyentuh angka Rp750 miliar setiap tahun.
BACA JUGA: Menparekraf Siap Dampingi Daerah Bentuk Dinas Ekonomi Kreatif, Ini Tujuannya

Bisnis Radio
Nilai yang dianggap cukup signifikan untuk menunjukkan bahwa bisnis radio belum masuk fase surut.
Untuk mempertegas posisi radio di lanskap media yang terus berubah, PRSSNI dan Forum Diskusi Radio (FDR) menggelar Radio Summit XVII di Jakarta, 15 November 2025.
Forum bertema “Radio Is Not Just A Vibe, It’s A Business” ini mempertemukan pelaku radio dari berbagai daerah, pengiklan, akademisi, hingga regulator.
Sementara itu Deputi Bidang Kreativitas Media Kemenparekraf, Agustini Rahayu, menyebut pertemuan itu menjadi momentum penting bagi kebangkitan bisnis radio nasional.
“Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan berkolaborasi agar industri radio tetap relevan, tangguh, dan adaptif terhadap era digital,” ujarnya.
Radio memiliki jejak panjang dalam sejarah Indonesia. Yakni, dari alat komunikasi darurat saat krisis, ruang edukasi publik, pelestari budaya, hingga medium promosi seni dan kearifan lokal.
Namun platform digital dan media sosial kini menggerus ruang siaran, termasuk aliran belanja iklan.
Sedangkan Ketua PRSSNI M. Rafik menilai langkah kolaboratif menjadi syarat utama agar radio tidak tertinggal.
“Bersama saja belum tentu mudah, apalagi sendiri. Tapi dengan sinergi antarstasiun, asosiasi, dan pelaku kreatif, radio bisa menjadi kekuatan ekonomi baru,” katanya.
Kemenekraf memastikan dukungan lewat regulasi dan kemitraan strategis, sekaligus mendorong transformasi industri radio agar mampu bertaha dan berkembang di tengah perubahan zaman. ***





