Dieng Culture Festival 2025 Siap Memberikan Pengalaman Menarik bagi Pengunjung

Dieng Culture Festival 2025
Salah satu panggung Dieng Culture Festoval 2024. (Instagram/@bank_inonesia_purwokerto)

Dieng Culture Festival 2025 kembali menyapa, kali ini lebih padat namun tetap memikat. Dalam dua hari, panggung budaya di dataran tinggi Jawa Tengah itu bakal menjelma jadi ruang pertemuan sakral antara tradisi, alam, dan masa kini.

TURISIAN.com – Dieng, tanah berkabut yang dipercaya sebagai negeri para dewa, bersiap jadi tuan rumah perhelatan akbar tahunan: Dieng Culture Festival (DCF) 2025.

Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, edisi kali ini hanya digelar selama dua hari. Yakni, Sabtu dan Minggu, 23–24 Agustus 2025.

Namun keterbatasan waktu itu tak menyusutkan gairah perayaan. Agenda tetap padat, intens, dan berlapis makna.

Hari pertama dibuka sejak pagi dengan Aksi Dieng Bersih, semacam ritual kolektif membersihkan kawasan sebagai bentuk penghormatan pada alam.

Lalu menyusul deretan agenda yang merayakan denyut kehidupan masyarakat lokal. Ada  bazar UMKM, pentas seni tradisi di pelataran Candi Arjuna dan Gatotkaca. Hingga konser orkestra terbuka bertajuk Symphony Dieng di Lapangan Pandawa.

Lampion-lampion akan diterbangkan ke langit malam, menjadi penutup hari yang penuh simbol dan haru.

BACA JUGA: Pemandian Air Hangat Banyu Alam, Menawarkan Sensasi di Dataran Tinggi Dieng

Kirab Budaya

Puncak magis DCF terjadi di hari kedua. Kirab budaya mengawali pagi, mengarak warisan tradisi dari rumah pemangku adat hingga kompleks Candi Arjuna.

Kemudian, salah satu ritus paling dinanti: ruwatan anak berambut gembel. Ritual pemotongan rambut yang dipercaya membawa pembebasan dan keberkahan.

Di telaga BalaiKambang, rambut itu dilarungkan, menyatu dengan air dan doa.

DCF bukan semata festival, tapi pengalaman spiritual dalam bingkai budaya. Di sela pentas dan prosesi, ada ruang kontemplasi dalam diskusi bertajuk Kongkow Budaya.  Serta suguhan Panggung Budaya pada malam penutupan.

Semuanya dirajut dalam atmosfer yang akrab namun khidmat, mempertemukan warga lokal dan wisatawan dalam semangat gotong royong.

Selama dua hari itu, Dieng bukan sekadar destinasi. Ia menjadi narasi hidup tentang bagaimana warisan leluhur terus bersuara di tengah zaman yang bergerak cepat. Sunyi tapi tak pernah sepi. **

Pos terkait