TURISIAN.com – Festival Film Cannes tak hanya diramaikan oleh gelombang sinema Eropa dan Hollywood. Di salah satu sudut perhelatan film bergengsi dunia itu, Indonesia menggelar ajang Indonesian Cinema Night.
Sebuah panggung diplomasi budaya sekaligus upaya memperkuat jejaring industri perfilman nasional di mata dunia.
Sementara itu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon membuka acara dengan menegaskan komitmen pemerintah memajukan ekosistem perfilman tanah air.
Di hadapan tamu internasional, Fadli menyebut Indonesia sebagai negeri Mega Diversity yang kaya potensi untuk dikembangkan menjadi kekuatan sinema global.
“Indonesia siap mewarnai dunia perfilman internasional, mengangkat kekayaan budaya bangsa lewat kolaborasi lintas negara, termasuk melalui produksi bersama,” ujar Fadli dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu, 18 Mei 2025.
Sementara itu, data 2024 menunjukkan geliat industri film nasional tengah menanjak. Sebanyak 200 film diproduksi dalam setahun, dengan total penonton bioskop mencapai 122,7 juta.
Sedangkan untuk pertama kalinya, film Indonesia mendominasi layar lebar dengan meraih 67 persen pangsa penonton. Mengungguli film impor dalam Festival Film Cannes.
BACA JUGA: Luka Lama di Bukit Duri, Film yang Menggambarkan Trauma Lintas Generasi
Pertunjukan pencak silat
Tak hanya laku di dalam negeri, film Indonesia juga menancapkan kuku di kancah festival. Dalam dua tahun terakhir, 36 judul terpilih tampil di berbagai festival film internasional.
Di Cannes tahun ini, beberapa film tanah air yang ditampilkan antara lain Pangku, Renoir, Ikatan Darah, Timur, Sleep No More, dan Jumbo.
Sederet nama beken turut meramaikan acara, seperti Christine Hakim, Reza Rahadian, Iko Uwais, dan Ario Bayu.
Aktor laga Iko Uwais bahkan menyuguhkan pertunjukan pencak silat lewat tim Uwais Pictures. Menghidupkan atmosfer budaya Indonesia yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO.
Sementara Robby Ertanto dan Chelsea Islan membawa proyek film terbaru mereka, Rose Pandanwangi, untuk dipresentasikan kepada calon investor.
Produser Yulia Evina Bhara juga hadir dengan Renoir, film hasil kolaborasi lintas negara, sembari menjalankan tugasnya sebagai salah satu juri mewakili Indonesia.
Dukungan terhadap industri film juga ditandai dengan kehadiran jejaring lokal. Seperti Jakarta Film Week dan Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF), yang didirikan oleh Garin Nugroho.
“Indonesia adalah tempat di mana budaya dan warisan bertemu dengan inovasi dan kreativitas,” ujar Fadli menutup pidatonya, mengundang dunia untuk datang dan membuat film di Nusantara. ***