TURISIAN.com – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang baru dilantik pada 20 Februari 2025, menghidupkan kembali perbincangan seputar polemik study tour.
Kebijakan ini, yang merujuk pada Surat Keputusan (SK) Gubernur No. 64/PK.01/Kesra Tahun 2024, sebetulnya bukan aturan baru.
Dalam SK tersebut menggarisbawahi tiga poin utama. Pertama, study tour diarahkan ke destinasi dalam wilayah Jawa Barat. Dimana, berfokus pada pusat ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan wisata edukatif lokal.
Kedua, aspek kebermanfaatan dan keselamatan harus menjadi prioritas. Dan ketiga, koordinasi erat antara satuan pendidikan dan Dinas Pendidikan wajib dilakukan.
Latar belakang keluarnya kebijakan ini bukan tanpa alasan. Serangkaian insiden tragis yang terjadi di sektor pariwisata menjadi pemantik.
Salah satunya kecelakaan bus study tour SMK Lingga Kencana Depok di Ciater, Subang, yang menewaskan 11 orang dan melukai puluhan lainnya.
Kejadian memilukan ini menyoroti lemahnya tata kelola pariwisata, yang kerap mengabaikan aspek keselamatan.
Sementara itu, DPD PUTRI JABAR sebagai organisasi yang menaungi para pengelola destinasi wisata di Jawa Barat menilai kebijakan ini bukan sekadar larangan, melainkan refleksi diri.
Ketua Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) Jawa Barat, Taufik Hidayat Udjo, menegaskan bahwa pihaknya merespons kebijakan ini dengan langkah konkret.
Termasuk advokasi dan pelatihan bagi para pengelola destinasi agar memenuhi standar keselamatan serta berkontribusi terhadap kesejahteraan lingkungan.
BACA JUGA: Rakernas PUTRI 2024 Merumuskan Berbagai Kebijakan di Sektor Pariwisata
Pembangunan Ekonomi
“Destinasi wisata bukan sekadar tempat bersenang-senang, melainkan simpul penggerak pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan,” ujar Taufik dalam keterangan persnya yang diterima, Turisian.com, Senin 24 Februari 2025.
Dengan lebih dari 144 destinasi wisata dan lebih dari 15.000 pekerja yang terlibat di dalamnya, ia melihat kebijakan ini sebagai peluang emas bagi industri pariwisata lokal.
Jika dimanfaatkan dengan baik, larangan study tour ke luar provinsi justru bisa meningkatkan pendapatan pasar domestik di Jawa Barat.
Sedanngkan pada tingkat nasional, daya saing pariwisata Jawa Barat masih tertinggal dibandingkan DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
Oleh karena itu, momentum ini diharapkan dapat menjadi titik balik bagi seluruh pemangku kepentingan pariwisata untuk berbenah.
Kolaborasi erat antara pemerintah, pelaku industri, dan akademisi dinilai sebagai kunci untuk mewujudkan visi “Jawa Barat Istimewa”. Sebagaimana selama ini digaungkan oleh pemerintahan baru.
“Kami menyadari bahwa ada study tour yang tidak relevan dengan tujuan pendidikan. Karena itu, kami mengimbau para pengelola destinasi wisata untuk mengembangkan materi edukasi,” lanjut Taufik.
“Tentunya, yang sesuai karakteristik masing-masing agar dapat melayani pasar pendidikan dengan lebih baik,” pungkasnya. ***