Honda Motor Co Akui Keteteran Hadapi Serbuan Mobil Listrik China, Penjualan di Indonesia Turun 30 Persen

Honda Motor Co
Honda dan pesaingnya BYD kini main kompetitif dalam melakukan penetrasi pasar di Indonesia. (Foto: Turisian.com/Adisas)

TURISIAN.com – Honda Motor Co terpaksa menurunkan proyeksi laba tahunannya sebesar 20 persen setelah penutupan pasar, Jumat 8 November 2025.

Langkah itu menjadi sinyal tekanan berat yang tengah menghantam produsen otomotif Jepang tersebut.Terutama akibat agresivitas mobil listrik (EV) asal China seperti BYD di pasar global.

Dalam pernyataannya, Honda menyebut biaya satu kali untuk pengembangan kendaraan listrik dan gangguan pasokan cip dari pemasok Nexperia turut membebani kinerja.

Namun, perusahaan mengakui persoalan mendasar datang dari persaingan global yang kian sengit, dengan produsen China mengambil pangsa pasar secara cepat.

Dominasi Honda di Asia Tenggara, misalnya, mulai  tergerus. Merek-merek baru asal China, terutama BYD, memperluas penetrasi lewat harga agresif dan efisiensi teknologi baterai yang semakin matang.

“Di pasar seperti Thailand, persaingan kini sangat ketat dan kami kehilangan daya saing dalam hal harga,” ujar Wakil Presiden Eksekutif Honda, Noriya Kaihara, baru-baru ini.

Selama dua tahun terakhir, pertumbuhan penjualan mobil listrik China di kawasan tersebut melesat dan menekan produsen Jepang yang sebelumnya hampir tak tertandingi.

Dampaknya terasa pada kinerja Honda di Asia. Penjualan ritel di Indonesia turun hampir 30 persen selama sembilan bulan pertama, di Malaysia 18 persen, dan di Thailand 12 persen.

Minim Model Baru

Minimnya peluncuran model baru turut memperburuk posisi Honda. Tahun fiskal ini, hanya model City yang mendapat pembaruan.

Sementara pabrikan China secara rutin menghadirkan lini EV baru dengan fitur canggih dan harga kompetitif.

Sebagai respons, Honda mengalihkan sebagian fokus ke India, salah satu pasar besar yang relatif tertutup bagi produsen otomotif China.

Negara tersebut diproyeksikan menjadi basis produksi dan ekspor kendaraan listrik baru Honda, mengikuti jejak Toyota dan Suzuki. Meski begitu, sejumlah analis menilai langkah itu belum cukup.

“Honda menghadapi kesenjangan profitabilitas antara bisnis mobil dan motor yang semakin melebar,” ujar Yoshio Tsukada, pendiri Tsukuda Mobility Research Institute.

Sementara itu Presiden dan CEO Honda Motor Co, Toshihiro Mibe, sebelumnya mengakui pergeseran kekuatan industri otomotif global menuju China.

Ia menegaskan Honda tetap berkomitmen mengembangkan teknologi fuel cell dan kendaraan listrik.

“Kami memiliki pengalaman sekitar 40 tahun dalam teknologi fuel cell. Kami memahami bahwa infrastruktur dan biaya hidrogen masih menjadi kendala utama,” ungkapnya.

“Namun, kami akan terus melanjutkan pengembangan fuel cell dan EV dengan tujuan mencapai kesetaraan, bahkan keunggulan, terhadap kompetitor,” sambungnya di Tokyo.

Sedangkan Wakil Presiden Honda Motor Co sekaligus Presiden & CEO Asian Honda Motor Co, Toshio Kuwahara, menambahkan bahwa Honda kini memperkuat riset. Termasuk,  produksi kendaraan listrik di Asia melalui kolaborasi pengembangan baterai.

Pendekatan Ganda

Strategi itu mencerminkan pendekatan ganda Honda: menggenjot EV sambil tetap mendorong teknologi hidrogen untuk menghadapi dominasi China.

Di Indonesia, Honda masih berhitung hati-hati soal perakitan lokal model baru.

Presiden Direktur PT Honda Prospect Motor, Shugo Watanabe, menyebut produksi penuh baru masuk akal jika volume mencapai lebih dari 2.000 unit per bulan.

“Semua tergantung skala ekonomi.  Produksi lokal sepenuhnya butuh investasi besar. Bisa Rp1 triliun sampai Rp2 triliun karena biaya panel bodi, interior, moulding, dan tooling sangat besar,” ujarnya.

Dengan tekanan kompetitif yang terus meningkat dan belanja pengembangan teknologi yang melonjak, langkah pemangkasan proyeksi laba ini menunjukkan besarnya tantangan Honda.

Utamanya dalam mempertahankan posisinya di era peralihan menuju kendaraan listrik. ***

Pos terkait