Bertabur Cahaya di Tengah Hujan saat Sumirat Bandung Citylight Carnival Berlangsung

Sumirat Bandung Citylight Carnival
Kendaraan hias Museum Geologi Bandung menyapa warga di acara Sumirat Bandung Citylight Carnival, Sabtu malam 25 Oktober 2025. (Foto: Dok.Pemkot Bandung)

TURISIAN.com – Di tengah hujan yang turun sejak sore tak menyurutkan langkah ribuan warga menuju pusat kota untuk menyaksikan Sumirat Bandung Citylight Carnival, Sabtu malam 25 Oktober 2025.

Kawasan Balai Kota Bandung hingga Jalan Braga dan Tegallega sebagai titik event pun  berubah menjadi lautan manusia dan cahaya.

Sumirat Bandung Citylight Carnival merupakan event di puncak perayaan Hari Jadi ke-215 Kota Bandung. Menyulap jalan-jalan utama menjadi lorong gemerlap penuh tepuk tangan dan tawa.

Sejak pukul tiga sore, warga mulai berdatangan. Ada yang datang bersama keluarga, ada pula yang berboncengan dengan teman satu komunitas.

Trotoar padat oleh penonton yang membawa payung dan kamera ponsel, menanti iring-iringan kendaraan hias.

“Kalau hujan juga saya tetap berangkat. Soalnya acara begini setahun sekali. Anak saya senang lihat lampu-lampu,” ujar Dian, 34 tahun, warga Cibadak.

Sorak-sorai pecah ketika sirene mobil pemadam kebakaran yang ditumpangi Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, berbunyi.

BACA JUGA: Karnaval Angso Duo 2025, Jambi Menari di Bawah Cahaya Tugu Keris

Kendaraan Hias

Di belakangnya, dentuman musik mengalun dari puluhan kendaraan hias yang melaju perlahan menyusuri rute kota.

“Bandung mah kalau bikin acara pasti rame dan kreatif. Keren pisan,” kata Rizky (27) warga Cimahi yang datang bersama komunitasnya.

Di sisi lain, keramaian itu membawa berkah bagi para pelaku usaha kecil. Oyan, 50 tahun, pedagang kuliner di area Tegallega, tersenyum lebar ketika dagangannya ludes sebelum acara usai.
“Alhamdulillah, ramai sekali. Dagangan saya laris manis malam ini,” ujarnya.

Sebanyak 62 kendaraan hias berpadu dengan tata cahaya warna-warni, menjadikan ruas Braga hingga Otista bak lorong festival.

Anak-anak menunjuk miniatur bangunan kota yang mereka kenal, dari Gedung Sate hingga Jembatan Pasupati.

Sementara itu orang tua mereka menjelaskan satu per satu ikon warisan Bandung.

Hingga arak-arakan terakhir melintas, warga tetap berdiri menonton. Tak tampak wajah lelah, hanya senyum dan decak kagum.

Petugas keamanan menjaga jalannya acara tetap tertib, sementara penonton mengikuti imbauan dengan disiplin.

Bagi banyak orang, Sumirat bukan sekadar parade lampu dan musik. Ia adalah perayaan kebersamaan yang jarang hadir di ruang publik Bandung.

“Acara kayak gini ngasih alasan buat keluar rumah, jalan bareng keluarga, ketemu orang-orang. Rasanya Bandung tuh hidup,” kata Dian (23) warga Antapani.

Di Tegallega, sebagai titik akhir, ribuan warga masih berdatangan hingga menjelang tengah malam.

Panggung musik menutup pesta kota itu dengan penampilan Pas Band, Kuburan, dan Gigi.

Bandung menutup ulang tahunnya dengan cara yang khas: penuh cahaya, riuh, dan hangat di tengah rintik hujan. ***

 

Pos terkait