Gema Nusantara di Menoreh Tourism Festival 2025 Wates Kulon Progo

Wates Kulon Progo
Ilustrasi penari kuda lumping saat tampil di festival karnaval. (Foto: Turisian.com/Adisas)

TURISIAN.com – Denting gamelan, ketipung, dan gong menggema di sepanjang Jalan Bhayangkara, Wates Kulon Progo, Sabtu siang, 25 Oktober 2025.

Di bawah terik matahari, ribuan pasang mata memadati sisi jalan, menyaksikan parade kesenian terbesar di wilayah Menoreh, Menoreh Tourism Festival 2025.

Dari berbagai penjuru Nusantara, 22 kontingen seni bergantian menapak di aspal yang berubah menjadi panggung raksasa.

Dari DIY hingga Jawa, Sumatera, Kalimantan, Madura, sampai Sulawesi, semuanya hadir membawa denting, tabuhan, dan gerak khas masing-masing daerah.

Sementara itu sekelompok penari asal Bandar Lampung membuka langkah dengan Tari Kipas.

Setiap kali kipas mereka dibuka, terdengar bunyi “tep” yang berpadu serasi dengan tabuhan drum dan gong besar di belakang panggung jalanan.

Tak lama berselang, pelajar SMP dari Wonogiri menampilkan Tari Ketek Ogleng. Tarian para wanara yang sederhana namun energik. Menggambarkan semangat gotong royong. Gerak mereka mengundang tawa dan tepuk tangan penonton.

Sedangkan dari arah lain, penari Kalimantan Tengah tampil gagah dengan Tari Perang. Lelaki berbusana Dayak berputar-putar dengan mandau dan tameng di tangan.

Sementara para perempuan menari anggun di atas gong besar sambil membawa bulu burung enggang.

Denting logam, hentakan kaki, dan teriakan perang berpadu menciptakan suasana tegang—penonton sempat terdiam, terpukau.

BACA JUGA: Festival Nglarak Blarak di Pantai Glagah Kulon Progo Memukau Wisatawan

Suasana berubah riuh ketika kontingen Banyuwangi melenggang di jalan utama. Para penari perempuan berbusana warna-warni menari lembut, diakhiri kemunculan barong Osing yang menambah magis suasana.

Dari Bangka Belitung, Tari Sepen menggoyang irama Melayu lewat petikan gitar tradisional dan bunyi akordeon yang mengundang penonton bertepuk tangan mengikuti irama.

Tak mau kalah, tuan rumah Kulon Progo menampilkan formasi penari bertubuh dicat abu-abu dengan tanduk di kepala, laskar Mahesasura dari kisah Sugriwa Subali.

Gerakan gagah mereka diakhiri semburan asap warna-warni yang membentuk kabut mistis di sepanjang jalan Wates.

Panggung Pertukaran Budaya

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata Kulon Progo, Sutarman, menyebut Menoreh Tourism Festival bukan sekadar parade seni, tapi juga wadah pertukaran budaya dan promosi wisata daerah.

“Tahun ini ada 22 kabupaten dan kota yang ikut serta. Kami ingin festival ini jadi ruang ekspresi sekaligus ajang saling mengenal budaya,” ujarnya.

Rute parade membentang dari Taman Budaya Kulon Progo hingga kompleks Pemkab Kulon Progo. Di sepanjang jalan, warga menunggu dengan kamera dan ponsel di tangan.

Tak sedikit yang menyiarkan langsung lewat media sosial. Membuat festival ini terasa hidup di dunia maya.

Sutarman menambahkan, tahun ini kualitas acara meningkat. Selain sistem penjurian yang lebih ketat, hadiah bagi peserta juga lebih besar.

“Event ini juga disiarkan live streaming agar promosi wisata Wates Kulon Progo menjangkau khalayak lebih luas,” katanya.

Sebulan Menoreh Berpesta

Menoreh Tourism Festival kini menjadi ikon tahunan Kulon Progo. Rangkaian kegiatan berlangsung sepanjang Oktober hingga awal November, bertepatan dengan peringatan HUT ke-74 Kabupaten Kulon Progo.

Sebelum parade seni, pemerintah daerah lebih dulu memecahkan Rekor MURI untuk jumlah penari terbanyak dalam Tari Sugriwa Subali, melibatkan 7.400 penari dari berbagai kecamatan.

Dalam waktu dekat, rekor lain akan dicatat lewat geladen jemparingan Mataraman, lomba panahan tradisional dengan target 1.474 peserta.

Dalam tradisi Mataraman, jemparingan bukan sekadar olahraga, melainkan olah batin. Menguji kesabaran, fokus, dan ketenangan.

“Kami ingin festival ini menjadi ruang ekspresi masyarakat, sekaligus pengingat bagi generasi muda bahwa kebudayaan adalah kekuatan kita,” tutur Sutarman.

Puncak Menoreh Tourism Festival akan digelar pada 31 Oktober 2025, ditandai music festival dan malam penganugerahan.

Keesokan harinya, 1 November, perayaan ditutup dengan pengajian dan musik religi. Menandai berakhirnya sebulan penuh pesta budaya di lereng Menoreh. ***

 

Pos terkait