DPR Sahkan Revisi UU Kepariwisataan: Inklusif, Digital, dan Berkelanjutan

Kepariwisataan
Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana memberikan hormat kepada anggota DPR di acara pengesahaan UU Keparwisataan, Kamis 2 Oktober 2025. (Foto: Dok.Kemenpar)

TURISIAN.com – Sore itu, Kamis 2 Oktober 2025, ruang rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan riuh oleh suara “setuju” para legislator.

Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR RI yang memimpin jalannya sidang, mengetuk palu.

Rancangan Undang-Undang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan resmi disahkan menjadi undang-undang.

Ketua Komisi VII DPR, Saleh Partaonan Daulay, menyebut revisi ini sebagai jawaban atas ketertinggalan regulasi lama.

Menurutnya, hukum pariwisata sebelumnya tak lagi memadai menghadapi kompleksitas industri. Mulai dari model pariwisata berkelanjutan, manajemen destinasi terpadu, mitigasi bencana, hingga ekonomi digital.

“RUU ini hadir untuk mengisi kekosongan hukum dan memberi kepastian bagi semua pemangku kepentingan,” ujar Saleh.

Ruang lingkup revisi kali ini cukup luas. DPR menekankan pariwisata berbasis masyarakat, pelestarian budaya, dan adaptasi terhadap tren global. Termasuk transformasi digital yang kian tak terpisahkan dari kehidupan sosial.

Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, menambahkan catatan. Pariwisata, kata dia, memang menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional: membuka lapangan kerja dan menyumbang devisa.

Tapi di balik geliatnya, masih ada masalah laten—degradasi lingkungan, budaya lokal yang kian tergerus, serta akulturasi yang tak terkendali.

“Karena itu DPR dan pemerintah sepakat melakukan penyempurnaan dasar kebijakan pariwisata,” kata Widiyanti.

Dengan undang-undang baru ini, pemerintah berharap wajah pariwisata Indonesia tak hanya indah di mata wisatawan. Tetapi juga lestari, inklusif, dan memberi ruang sebesar-besarnya bagi masyarakat lokal. ***

Pos terkait