TURISIAN.com – Di Gorontalo, kain Karawo bukan sekadar wastra. Ia lahir dari sulaman tangan yang rumit, diwariskan lebih dari empat abad lalu.
Setiap helai benang yang ditarik, dipotong, lalu disulam kembali, menyimpan filosofi ketekunan, kesabaran, sekaligus cinta masyarakat pada budayanya.
Untuk merayakan warisan ini, setiap tahun Gorontalo menggelar Karnaval Karawo.
Hajatan budaya yang mulai dirintis pada 2011 itu kini masuk daftar Karisma Event Nusantara (KEN), 110 agenda pariwisata unggulan Kementerian Pariwisata.
Sementara itu tahun ini, acara digelar pada Sabtu, 27 September 2025, dengan mengusung tema “The Threads of Nusantara’s Heritage”.
Karnaval Karawo tidak berhenti pada pameran kain. Lembaran wastra tradisional itu dikreasikan menjadi busana fesyen, kostum karnaval, hingga karya kontemporer.
BACA JUGA: Gorontalo Karnaval Karawo 2024, Momentum Emas Promosi Ekraf Lokal
Sedangkan untuk panggung jalanan berubah menjadi galeri terbuka, tempat tradisi bertemu imajinasi modern.
Rangkaian acara semakin lengkap dengan side event: festival kuliner khas Gorontalo, lomba dongeng “Karawo dalam Cerita”, hingga Hulonthalo Art & Craft Festival.
Pengunjung tak hanya menyaksikan parade busana, tapi juga menikmati kekayaan budaya daerah dalam satu paket utuh.
Dampak ekonomi pun terasa. Pada 2024, karnaval ini mencatat 31 ribu pengunjung dengan nilai transaksi Rp325 juta. Tahun ini, pemerintah menargetkan 50 ribu pengunjung dan perputaran uang hingga Rp1 miliar.
“Event Karawo membantu menggerakkan wisatawan nusantara. Tahun lalu ada 30 ribu pengunjung, banyak di antaranya wisatawan dari luar Gorontalo,” kata Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa. Target nasional tahun ini: 1,08 miliar perjalanan wisatawan domestik.
Di balik gegap-gempita karnaval, Karawo tetap teguh sebagai simbol identitas Gorontalo. Ia bukan sekadar kain indah, melainkan sulaman nilai dan filosofi hidup yang dirajut turun-temurun.
Dari tangan-tangan perempuan Gorontalo, benang-benang itu terus mengikat masa lalu dengan masa depan. ***