TURISIAN.com – Film baru garapan Benni Setiawan ini menarik perhatian bukan hanya karena judulnya yang panjang dan getir.
Tetapi juga keberaniannya mengulik tema yang jarang disentuh dalam layar lebar, talak tiga.
Judul Dilanjutkan Salah, Disudahi Perih sudah jadi isyarat dilema yang menyayat, mempertahankan hubungan yang terasa keliru, atau mengakhirinya meski terasa menyakitkan.
Diproduksi SOEX Entertainment dan Drias Production, film ini memang mengusung komedi, tapi dibalut drama percintaan yang getir.
Ceritanya berpusat pada Darian (Kevin Ardilova) dan Alfa (Mikha Tambayong), pasangan suami-istri yang terjebak dalam konsekuensi pertengkaran mereka.
Talak Tiga sebagai Poros Cerita
Film ini berani menyingkap rumitnya talak tiga, perceraian yang dalam ajaran Islam tak bisa langsung rujuk.
Jalan kembali hanya mungkin jika sang istri menikah dengan pria lain, menjalani rumah tangga sah, lalu berpisah. Sebelum bisa bersatu kembali dengan suami pertama. Proses ini disebut nikah muhallil.
Sementara itu di tangan Garin Nugroho sebagai penulis skenario, aturan ini tak berhenti sebagai dogma hukum.
BACA JUGA: Rossa Menyanyikan Diri Sendiri dalam Film Garapan Robert Ronny
Ia menjelma sumber konflik yang menyayat bagi Darian dan Alfa. Darian masih mencintai Alfa, begitupun sebaliknya.
Namun jalan menuju kebersamaan justru menuntut perpisahan. Darian harus menelan cemburu melihat Alfa menikah dengan Zainun (Ibrahim Risyad), lelaki yang hadir hanya sebagai jembatan.
Narasi yang diolah Garin terasa ringan, tapi tetap berlapis makna. Pesannya jelas, pernikahan tak untuk dipermainkan, dan komitmen adalah inti yang tak bisa ditawar.
Akting dan Detail Budaya
Kekuatan cerita bertumpu pada para aktor. Mikha Tambayong menghadirkan Alfa yang rapuh tapi berdaya.
Kevin Ardilova memerankan Darian sebagai sosok melankolis yang gamang. Ibrahim Risyad memberi warna pada dilema dengan peran Zainun.
Benni Setiawan, sang sutradara, memberi ruang improvisasi agar emosi para aktor terasa natural.
Kehadiran Cut Mini, Dewi Gita, dan Tissa Biani menambah lapisan drama.
Tissa bahkan ditantang menguasai bahasa Sunda, kendati pelafalannya masih kurang konsisten.
Meski begitu, karakter Sunda yang lekat dengan sikap ngajenan (hormat), nyecep (membesarkan hati), hingga daria (tetap tenang) cukup mewarnai perannya.
Musik dan Kutipan
Deredia mengisi soundtrack dengan nuansa retro: Malam Bergelora dan Fantasi Bunga. Pilihan musik 1950-an ini bukan sekadar pemanis, tapi sudah disepakati sejak pra-produksi sebagai bagian narasi.
Kontras antara lirik penuh pesona bintang dengan konflik rumah tangga menimbulkan ironi yang kuat.
Film ini juga rajin menebar kalimat bijak. Jika Dilan 1990 dikenal dengan kutipan remaja yang romantis, Dilanjutkan Salah, Disudahi Perih lebih dewasa.
Salah satunya perumpamaan: “Botol kalau sudah pecah, biarpun ada perekatnya, tetap akan menyisakan retak.”
Kalimat semacam ini menegaskan bahwa luka perceraian tak akan benar-benar lenyap, meski cinta berusaha menambalnya.
Sebuah Keberanian
Pada akhirnya, film yang akan tayang 25 September ini adalah eksperimen berani. Di balik tawa, ia menyimpan perih yang dalam.
Di balik perpisahan, ia menyingkap pelajaran tentang hidup, kesetiaan, dan konsekuensi dari keputusan yang terburu-buru. ***